Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecil Itu Indah dan Liat

Kompas.com - 01/04/2011, 09:48 WIB

Indonesia memiliki beberapa lembaga yang bergerak di keuangan mikro. Lembaga keuangan mikro (LKM) bergerak dalam skala benar-benar mikro, antara lain berupa credit union, lumbung pitih nagari di Sumatera Barat, koperasi, dan baitul maal wat tamwil. Selain LKM, juga ada bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR).

”Bagi bank umum, masuk ke kredit mikro menguntungkan karena banyak yang butuh modal. Para peminjam tersebut tidak berpikir soal bunga. Untuk mereka yang penting dana tersedia dan mudah diakses,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rohadi.

Potensi ekonomi mikro sangat besar. Menurut Budi Rohadi, dalam konferensi keuangan internasional belum lama ini, banyak yang menyatakan ingin masuk ke bisnis keuangan mikro Indonesia. Mengutip Bank Dunia, Budi Rohadi menyebut baru 50 persen orang Indonesia dewasa yang mengenal lembaga perkreditan.

Meski potensinya besar, menurut Dewan Pembina Yayasan Agribisnis dan Rektor Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta Prof M Dawam Rahardjo, pemerintah tak menaruh perhatian pada LKM. Koperasi, misalnya, tidak pernah berkembang seperti cita-cita Bung Hatta, yaitu memberdayakan masyarakat miskin dan menguatkan ekonomi kerakyatan.

Dawam menyebut, ekonomi kerakyatan adalah ekonomi mandiri dan terlepas dari ketergantungan, baik di bidang keuangan, teknologi maupun perdagangan. LKM adalah institusi yang seharusnya berperan menciptakan kemandirian di bidang keuangan.

Dia mencontohkan Koperasi Setya Bhakti Wanita di Surabaya yang berdiri Mei 1978, berawal dari emperan jalan dan kini memiliki gedung megah empat lantai. ”Tetapi, peran LKM seperti ini tak pernah diperhitungkan serius oleh pemerintah,” kata Dawam.

Dawam menepis citra koperasi sebagai lembaga keuangan yang sulit berkembang. Dia menyebut data organisasi gerakan koperasi sedunia, International Cooperative Alliance (ICA). Sebanyak 300 koperasi kelas dunia dalam Global 300 List ICA beromzet 600 juta-63 miliar dollar AS per tahun. Bahkan, di negara kapitalis penganut ekonomi liberal seperti Amerika Serikat, koperasi didorong tumbuh dan 63 koperasi di antaranya masuk daftar ICA, sementara Perancis menyumbang 55 koperasi. Tak satu pun koperasi Indonesia masuk kriteria kelas dunia.

Perubahan

Upaya pemerintah mengembangkan usaha mikro, menurut Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Nina Tursinah, belum holistik. Pengusaha mikro masih kesulitan meminjam dana dari perbankan karena persyaratan surat izin usaha yang mewajibkan akta perusahaan, izin domisili, dan NPWP. Menurut Nina yang mengurusi UMKM, seharusnya persyaratan untuk usaha mikro cukup izin domisili. NPWP pun diperlakukan sesuai kapasitas usahanya.

Anggota Komisi XI DPR, Sadar Subagyo, berpendapat, pemerintah harus mengubah pendekatan kebijakan perekonomiannya. Pasalnya, sejak tahun 2000 investasi di sektor tradable, yaitu sektor riil seperti pertanian, manufaktur, dan industri pengolahan, terus turun dibanding sektor nontradable seperti jasa, telekomunikasi, dan konstruksi. Padahal, sektor tradable adalah penyerap tenaga kerja terbesar. Penyebabnya karena memproduksi barang membutuhkan perizinan, kredit kerja, infrastruktur dan transportasi, serta sistem logistik yang baik. ”Kita tidak kompetitif dalam semua syarat berusaha itu,” tandas Sadar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com