Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertumbuhan Reksa Dana Masih Rendah

Kompas.com - 06/06/2011, 16:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekalipun telah dipasarkan sejak tahun 1996, pertumbuhan reksa dana belum signifikan. "Pertumbuhan (reksa dana) masih di situ-situ saja. Jumlah account di reksa dana itu kepemilikan sekitar 400.000 rekening," kata Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajamen Indonesia (MANI), Legowo Kusumonegoro, di Jakarta, Senin (6/6/2011).

Bahkan, dalam dua tahun terakhir, lanjut dia, berada di jumlah yang tetap, sekitar 350.000 hingga 400.000. Artinya, investor based Indonesia belum bertumbuh dengan pesat. "Atau, yang menjadi investor reksa dana itu, seperti yang juga menjadi kekhawatiran kita semua, yang beli itu investor-investor kelas besar atau orang-orang kaya, kalau menurut saya," ungkapnya.

 Untuk itu, ia mengungkapkan, masyarakat biasa yang punya tabungan Rp 1 juta-Rp 2 juta bisa memanfaatkan reksa dana dengan lebih intensif dan rutin.

Selain melihat dari jumlah rekening, ia menyebutkan kecilnya pertumbuhan reksa dana juga bisa dilihat dari total aset reksa dana hanya sebesar 6 persen dari total dana pihak ketiga di Bank Indonesia. "Di situ saja, enggak pernah tumbuh besar," ungkapnya.

Hal ini berbeda dengan kondisi di negara berkembang lainnya. Salah satunya Malaysia, yang dapat mencapai 40-50 persen untuk persentase tersebut. Artinya, masyarakat di sana sudah lebih berani berinvestasi di produk-produk nonperbankan. Di mana reksa dana merupakan produk yang sangat cocok bagi investasi secara ritel.

Untuk itu, lanjut dia, perlu komitmen industri untuk melakukan edukasi kepada para investor, selain meningkatkan saluran distribusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com