Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Timah Naik

Kompas.com - 18/06/2011, 03:40 WIB

SUKOHARJO, KOMPAS - Perajin gamelan di Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, mengeluhkan kenaikan harga timah dan tembaga. Sejak awal Januari 2011 harga dua jenis bahan baku utama gamelan itu naik dua kali lipat sehingga menurunkan keuntungan.

Menurut Supoyo, perajin gamelan di UD Supoyo, Jumat (17/6) di Sukoharjo, harga timah naik dari Rp 175.000 menjadi Rp 275.000 per kilogram. Bahkan, harga timah asli Bangka Belitung mencapai Rp 340.000 per kg. Harga tembaga naik dari Rp 40.000 per kg menjadi Rp 75.000-Rp 80.000 per kg.

Kenaikan harga bahan baku utama gamelan itu otomatis mengurangi keuntungan perajin. Sebelum kenaikan bahan baku, perajin meraih keuntungan Rp 20 juta dari setiap penjualan satu set gamelan senilai Rp 300 juta. ”Kini setelah bahan baku naik, kami kesulitan mencari keuntungan di atas Rp 12 juta per set gamelan. Kalau harga bahan baku naik lagi tak terkendali, kami bisa gulung tikar,” ujarnya.

Untuk itu, Supoyo menaikkan harga gamelan sesuai jenis. Gong berdiameter 80 sentimeter yang harganya Rp 5 juta, misalnya, dinaikkan menjadi Rp 5,75 juta. Alasannya, pembuatan gong seukuran itu perlu 25 kg tembaga dan 7,5 kg timah dengan biaya sekitar Rp 4 juta.

Supoyo juga mengembangkan pasar gamelan dengan cara memproduksi dan menjual gamelan per set. Misalnya, dia menyuplai gong dan kempul ke Bali sejumlah 16-17 buah per bulan.

M Sahli, pemilik UD Panji Pamungkas, mengatakan, pihaknya saat ini baru membuat gong setelah dipesan, terutama dari luar negeri. ”Biasanya pembeli luar negeri tertarik jika ada barangnya. Maka, sebelum bahan baku naik, kami membuatkan terlebih dahulu. Namun, sekarang kami tidak berani dan benar-benar menunggu pesanan,” kata Sahli.

Gamelan juga diekspor melalui rekanan di Bali. Tujuan ekspor meliputi Singapura, Malaysia, Jerman, Perancis, dan Belanda. Kenaikan harga bahan baku gamelan diyakini karena pemerintah pusat tak mampu mengendalikan harga timah dan tembaga.

Golok dari Sukabumi

Sementara itu, para pandai besi di Kampung Cirangkong, Kelurahan Babakan, Kecamatan Cibeureum, Kota Sukabumi, berharap bantuan modal usaha. ”Selama ini saya belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Bantuan yang saya harapkan adalah tambahan modal usaha atau peralatan tungku pemanas besi yang lebih modern,” ujar Turi (53), pandai besi setempat.

Dia sudah 25 tahun menggeluti usaha itu. Dia masih mengandalkan tang dan palu sebagai sarana membentuk batangan besi panas menjadi pisau, golok, atau celurit. Setiap hari Turi mampu membuat 10 golok. Satu golok dijual Rp 8.000-Rp 15.000, tergantung ukuran. Menurut Turi, persaingan penjualan benda tajam sangat ketat karena derasnya impor produk dari China. Harga jual produk China bisa lebih murah karena mereka bisa memproduksi barang secara massal. (HEN/HEI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com