Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan, Kementerian Perhubungan akan mengevaluasi pemberlakuan RA sehingga pelayanan kargo dapat dikerjakan dengan cepat tanpa mengorbankan keselamatan.
Saat ini, ada tiga RA yang sudah mengantongi izin pemerintah. Ketiganya berdiri sejak tahun lalu, tetapi operasionalnya belum maksimal.
Andrianto, Technical Advisor PT Fajar Anugerah Semesta, yang juga salah satu perusahaan RA, mengatakan, perusahaan ini membidik pasar pengiriman kargo dari perusahaan-perusahaan.
Dia membantah bila biaya pemeriksaan kargo lewat RA akan lebih mahal ketimbang tarif yang berlaku saat ini, yakni Rp 60 per kilogram. Contohnya, perusahaan ini menawarkan biaya pemeriksaan keamanan kargo
”Persoalan tarif tidak diatur pemerintah, tetapi merupakan kesepakatan antara perusahaan kami dan klien,” katanya.
Supriyadi, Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Persaingan Usaha, berpendapat, perusahaan RA harus menerapkan prinsip dasar persaingan usaha, yakni terbuka, adil, bersaing, dan dapat dipertanggungjawabkan. ”Perlu ada kompetisi usaha yang sehat sehingga mewujudkan efisiensi ekonomi,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo) Syarifuddin mengatakan, bila biaya pemeriksaan kargo yang ditetapkan perusahaan RA terlampau tinggi, hal itu akan berimbas kepada konsumen. ”Saya melihat secara makro, bila biaya ini tinggi, itu akan melemahkan daya saing produk kita. Imbasnya adalah perekonomian yang akan merosot,” kata Syarifuddin.
Menurut Hari Subandi dari PT Rush Cargo Nusantara, solidaritas pengusaha jasa pengiriman barang mendesak agar pemerintah tetap mempertahankan kebijakan lama. ”Meski ada antrean, pelayanan lebih baik,” kata Hari.
Aturan baru dinilai membuat pelayanan tidak efektif dan tak efisien karena pekerjaan bongkar-muat dua kali, jarak tempuh dari lini 2 ke lini 1 (gudang kargo) cukup jauh, serta tarif pemeriksaan yang mahal.
Sebelumnya, Serikat Perusahaan Pers (SPS) dalam jumpa persnya, Rabu (6/7), menolak pemberlakuan ketentuan RA. Pertama, karena tarifnya mahal, dan kedua menyebabkan keterlambatan dalam pengiriman koran ke berbagai daerah.(RYO/PIN/ART)