Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MP3EI: Mitos atau Realitas?

Kompas.com - 01/08/2011, 04:15 WIB

Oleh Mudrajad Kuncoro

Rencana induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia (MP3EI) 2011-2025, yang diluncurkan Presiden SBY, 27 Mei, mengundang banyak pertanyaan.

Mampukah konsep koridor ekonomi mengurangi ketimpangan antardaerah yang meningkat 10 tahun terakhir?

MP3EI intinya mencakup tiga strategi utama. Pertama, pengembangan potensi daerah melalui enam koridor ekonomi (KE): Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Kepulauan Maluku. Kedua, memperkuat konektivitas nasional melalui sinkronisasi rencana aksi nasional untuk merevitalisasi kinerja sektor riil dengan menyelesaikan masalah peraturan nasional dan infrastruktur utama nasional. Ketiga, mengembangkan center of excellence di setiap KE dengan pengembangan SDM dan iptek untuk peningkatan daya saing.

Di atas kertas, MP3EI ”luar biasa” dan menumbuhkan optimisme akan masa depan jangka panjang. Rakyat mencatat banyak buku dan dokumen perencanaan, tetapi implementasi dan ukuran keberhasilan tidak jelas. Perencanaan sebagus MP3EI tak akan berdampak nyata apabila aspek spasial, pembiayaan, dan paradigma ”pembangunan inklusif” tak diintegrasikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) nasional dan daerah.

Dimensi spasial

Tantangan utama implementasi MP3EI, harus menghadapi kenyataan bahwa aktivitas ekonomi Indonesia masih cenderung terkonsentrasi secara geografis ke kawasan barat Indonesia (KBI) selama lebih dari empat dasawarsa terakhir.

Bank Dunia (2009) menganjurkan proses transformasi spasial di Asia Timur, termasuk Indonesia, dengan mengembangkan 3D: kepadatan (density), mengurangi jarak (distance), dan menghilangkan ketimpangan (division) dalam upaya membuat pembangunan ekonomi lebih pesat dan inklusif. Kesenjangan antardaerah dicoba dikurangi dengan memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi dengan kebijakan sektoral, pengembangan sistem logistik nasional, dan pembangunan nasional. Memang, interkonektivitas adalah konsep dasar pengembangan koridor dalam kerangka MP3EI. Interkonektivitas meliputi konektivitas intra dan antarpusat pertumbuhan ekonomi di setiap provinsi, intrapulau (koridor), dan pintu perdagangan internasional. Percepatan pembangunan infrastruktur, baik jalan trans-Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, maupun jalan tol, bandara, pelabuhan laut, jaringan kereta api, merupakan prasyarat kunci.

Penentuan KE dalam MP3EI melalui empat tahap punya kelemahan. Pertama, ibu kota provinsi ditentukan jadi pusat ekonomi karena umumnya adalah pusat ekonomi, penduduk, dan pemerintahan di setiap provinsi. Namun, ini hanya benar untuk ibu kota provinsi yang memang menarik penduduk dan investor. Pusat ekonomi di Indonesia terjadi akibat tarik- menarik kekuatan urbanisasi dan lokalisasi ekonomis. Di banyak provinsi di luar Jawa, daerah penghasil tambang dan perkebunan umumnya di luar ibu kota provinsi.

Kedua, KE ditentukan berdasarkan matriks Origin-Destination. Arus lalu lintas barang di antara berbagai titik destinasi, baik jalur darat, laut, maupun udara, memberikan gambaran intensitas transportasi dan simpul-simpul asal tujuan yang mendasari pemilihan KE. Masalah mendasar sistem logistik Indonesia masih amat bergantung pada hub yang mayoritas berada di Jawa, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, selain Bali, Makassar, Medan.

Ketiga, validasi penentuan KE dengan mempertimbangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, terutama Struktur Ruang Wilayah Nasional dan Pola Ruang Wilayah Nasional. Struktur ruang wilayah nasional adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Masalahnya di lapangan, tata ruang sering kalah dari ”tatar uang” dan kepentingan ekonomi jangka pendek.

Keempat, menentukan konektivitas lokasi sektor fokus ke sarana pendukung. Pendekatan penting yang diambil dari pembangunan KE adalah terpilihnya sektor fokus yang jadi pemicu pertumbuhan di dalam KE. Sayangnya, dalam MP3EI tak dintegrasikan dengan arah Kebijakan Industri Nasional yang tertuang dalam Perpres No 28/2008 maupun prioritas kebijakan sektoral pendidikan dan ristek nasional.

Pembiayaan

Akselerasi pembangunan dengan MP3EI mensyaratkan pembiayaan yang memadai. Masalahnya, daerah masih mengandalkan pembiayaan pembangunan dari dana perimbangan yang dikucurkan oleh pusat. Transfer dana ke daerah ternyata belum mampu menurunkan kesenjangan pembangunan antardaerah secara signifikan. Malah sebaliknya, kesenjangan antardaerah masih lebar dan bahkan cenderung meningkat.

Karena itu, UU Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah (No 33/2004) barangkali sudah saatnya ditinjau ulang karena fakta berikut: pertama, daerah yang kaya mendapatkan dana bagi hasil yang jauh lebih besar daripada DAU. Kedua, daerah yang miskin amat mengandalkan DAU.

MP3EI justru seperti mendiskriminasi kabupaten dan kota yang ekonominya masih tertinggal. Pemerintah pun tak mungkin mengandalkan APBN maupun APBD untuk membiayai proyek-proyek MP3EI. Sebagian besar dana APBN dan APBD telah tersedot untuk belanja aparatur dan hanya sisa sedikit untuk belanja publik, terutama infrastruktur dan sektor riil. Integrasi sumber pembiayaan dari pusat dan daerah perlu diprioritaskan. Sudah saatnya memberikan kelonggaran bagi pemda untuk menerbitkan obligasi daerah.

Lebih dari 12 tahun era reformasi ternyata belum banyak membawa perubahan di negeri ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbukti tak berkualitas, dengan bertumpu pada konsumsi, aspasial, bias ke KBI, dan hanya menguntungkan kelompok kaya di negeri ini. Untuk itu, strategi pembangunan yang inklusif dengan empat pilar perlu diimplementasikan lebih serius.

Keempat pilar adalah, pertama, strategi pembangunan yang inklusif dengan penyelarasan RPJPD, RPJMD, dengan MP3EI. Kedua, pembangunan berdimensi kewilayahan dengan menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru dan percepatan daerah tertinggal. Ketiga, pembangunan ekonomi lokal dengan meningkatkan keterkaitan antardaerah, kualitas dan kuantitas infrastruktur, keterkaitan antara industri hulu dan hilir, dan menghilangkan hambatan perdagangan antardaerah. Keempat, pembangunan yang menitikberatkan kemajuan kualitas manusianya lewat peningkatan pendidikan, kesehatan, dan pendapatan.

Mudrajad Kuncoro Guru Besar Ilmu Ekonomi FEB UGM

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com