Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Harus Lebih Utuh Lihat Papua

Kompas.com - 14/08/2011, 20:50 WIB

JAYAPURA, KOMPAS.com -  Pemerintah harus mampu melihat persoalan Papua sebagai satu keutuhan, dan bukan semata-mata separatisme. Ada berbagai persoalan lain yang lebih mendasar yang harus diperhatikan oleh pemerintah yaitu membangun keberpihakan, pemberdayaan, dan perlindungan kepada masyarakat asli Papua.

Ketika dihubungi pada hari Minggu (14/8/2011), Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia, Markus Haluk, mengatakan, persoalan Papua bukan semata-mata uang, atau orang asli mendapat ruang menempati jabatan.

Menurut Markus, yang terutama adalah bagaimana masyarakat asli Papua diberdayakan, dilindungi, dan keberpihakan kepada mereka dioptimalkan.

Namun sayang, selama 10 tahun Otsus (otonomi khusus) dilaksanakan, tiga hal pokok itu belum terwujud optimal. Contohnya, kapasitas ekonomi para mama-mama penjual pinang dan sayur hingga kini belum meningkat. Mereka harus bertahan dan bersaing secara terbuka, dengan pendatang yang saat ini juga menjual komoditas yang sama . Sebagian besar dari sektor ekonomi dikuasai pendatang, bahkan hingga ke pelosok.

Data Badan Pusat Statistik Provinsi Papua menyebutkan, dari sekitar 2,8 juta pendudukan Provinsi Papua, sebanyak 900.000 lebih adalah penduduk miskin. Umumnya mereka tinggal di wilayah Pegunungan Tengah Papua yang didominasi oleh masyarakat asli Papua. Dalam bidang politik peran Majelis Rakyat Papua juga dikebiri.

Markus mencontohkan, pemekaran provinsi dilakukan tanpa melibatkan Majelis Rakyat Papua. "Yang sebenarnya menggagalkan Otsus itu, ya, pemerintah sendiri," kata Markus Haluk.

Dihubungi terpisah, Direktur Imparsial Poengky Indarti, mengatakan, pemerintah perlu melihat dan menata kembali kebijakan mereka di Papua. Pada satu sisi pendekatan keamanan sudah tidak layak lagi diterapkan, di sisi lain evaluasi terhadap Otsus terutama penggunaan dana Otsus dilakukan.

Menurut Poengky, jika pemerintah menganggap separatisme di Papua tidak menjadi ancaman, maka pemerintah perlu merevisi pendekatan keamanan yang selama ini diterapkan di Papua.

"Sejauh kajian kami, sejak tahun 1961 hingga saat ini cara pandang dan pendekatan pemerintah kepada Papua tidak berubah. Tetap dianggap separatis dan ini justru menjadi penghambat pembangunan di Papua. Pendekatan keamanan di Papua tidak relevan lagi," tegas Poengky.

Dari data yang dimiliki Imparsial, diperkirakan ada lebih dari 14.000 personil TNI di Papua. Menurut Poengky, selain tugas-tugas menjaga perbatasan, pasukan-pasukan nonorganik sebaiknya ditarik dari Papua, dan tugas-tugas pengamanan diserahkan kepada polisi.

Pendekatan keamanan, tutur Poengky, tidak sesuai dengan jiwa Otsus yang menitikberatkan pada pemberdayaan, perlindungan, keberpihakan pada masyarakat asli Papua. Pendekatan keamanan akan menempatkan Papua sebagai wilayah yang selalu dicurigai, dan masyarakatnya didiskriminasi dengan cap separatis.

"Cara pandang pemerintah harus diubah," katanya menambahkan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintah Anda

Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang "Toxic" ke Dalam Pemerintah Anda

Whats New
Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke Jastiper

Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke Jastiper

Whats New
Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

Rilis
Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Whats New
Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Whats New
Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi 'Trading'

Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi "Trading"

Earn Smart
Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Whats New
Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Whats New
Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Whats New
Pasokan Gas Alami 'Natural Decline', Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Pasokan Gas Alami "Natural Decline", Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Whats New
BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Whats New
Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Work Smart
Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com