Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendongkrak Pendapatan, Memastikan Keadilan

Kompas.com - 30/09/2011, 09:47 WIB

Data Ditjen Pajak per 23 September 2011 menunjukkan, dari 110 juta orang yang bekerja, hanya 8,5 juta yang melaporkan SPT tahun 2010, atau 7,73 persen. Dari 12,9 juta badan usaha aktif, hanya 466.000 perusahaan (3,6 persen) melaporkan SPT. Angka itu sangat rendah dibandingkan dengan negara maju seperti Jepang yang mencapai 30 persen.

Tingkat kepatuhan wajib pajak badan juga lebih rendah dari orang pribadi. Buktinya, dari 12,9 juta perusahaan yang aktif beroperasi, hanya 1.608.337 perusahaan terdaftar di Ditjen Pajak. Itu pun hanya 1.534.933 perusahaan yang wajib menyampaikan SPT karena berbagai alasan, antara lain bukan obyek pajak di dalam negeri. Bila didalami, dari 1.534.933 perusahaan, hanya 501.348 perusahaan (32,66 persen) rajin menyampaikan SPT pada 2010, turun dari tahun 2009 sebesar 40,76 persen. Sementara, keseluruhan tingkat kepatuhan wajib pajak masih di atas 58,16 persen.

”Dengan sensus ini, kami ingin tingkat kepatuhan naik dari 62,5 persen pada 2011 jadi 65 persen dari jumlah wajib pajak 2012,” ujar Direktur Ekstensifikasi Pajak Ditjen Pajak dan Ketua Pelaksana Harian SPN Hartoyo kepada Kompas pekan lalu.

Tak perlu

Di sisi lain, sensus bukan satu-satunya jalan menambah jumlah pembayar pajak.

Menurut Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan Anshari Ritonga, metode SPN sebenarnya sama saja dengan program canvasing yang dilakukan Ditjen Pajak sejak lama. Bedanya, SPN butuh tambahan anggaran. ”Kalau sensus pajak tetap dilakukan, arahkan pada penguatan monografi fiskal, yakni menggambarkan jelas potensi perpajakan setiap rumah. Kenali siapa pemilik rumah, pekerjaannya, penghasilannya, dan potensi pajaknya. Jika ini tidak tercapai, maka anggaran untuk sensus jadi sia-sia,” ujar Anshari yang mantan Ketua Pengadilan Pajak.

Secara terpisah, Wakil Staf Ahli Dewan Perwakilan Daerah Bidang Fiskal Tjip Ismail menegaskan, SPN sebenarnya tidak perlu karena ada cara yang jauh lebih efektif, yakni melaksanakan Pasal 35A Ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Aturan ini menetapkan, tiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain wajib memberi data dan informasi berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

”Setidaknya lakukan aliran data antara lembaga pemerintah dulu dan bank. Apa yang tidak bisa dilakukan pemerintah, semua ada datanya di mereka,” ujar mantan Ketua Pengadilan Pajak itu.

Rasio pajak dan pembangunan

Sisi penting lain SPN dapat dilihat dari perdebatan selama ini tentang rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) di Komisi XI DPR. Di satu sisi, Menteri Keuangan menekan target penerimaan pajak karena untuk menambah 0,01 persen rasio pajak saja berarti harus mencari sumber penerimaan tambahan Rp 5 triliun. Di sisi lain, wakil DPR berkeras rasio pajak harus digenjot setinggi-tingginya, kalau bisa sampai 15 persen, bukan 12,66 persen PDB seperti target 2012.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com