Jakarta, Kompas
Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Arum Sabil, Jumat (28/10), saat dihubungi di Surabaya, Jawa Timur, memperkirakan, produksi gula tahun ini diperkirakan kurang dari 2 juta ton. ”Ini karena produktivitas tebu turun 20-30 persen,” katanya.
Arum mengatakan, produktivitas tebu turun akibat gangguan pertumbuhan vegetatif tanaman tebu stagnan, sejak musim kemarau datang secara mendadak pada April-Mei 2011. ”Padahal, saat itu tanaman tebu lagi butuh air untuk pertumbuhan,” katanya.
Arum mengakui bahwa pada satu dua bulan belakangan ini rendemen tebu naik, dari di bawah 7 persen menjadi 7,5 persen sampai 8 persen rata-rata nasional. Namun, peningkatan rendemen itu tidak akan cukup untuk menutupi penurunan produksi akibat turunnya produktivitas tanaman tebu.
”Kalau rendemennya mencapai 9 persen, baru akan menolong,” katanya.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat APTRI Sumitro Samadikoen mengatakan, penurunan produksi tebu juga berdampak pada penurunan pendapatan petani. Apalagi harga lelang gula saat ini tidak setinggi tahun lalu. ”Saat ini, harga lelang di bawah Rp 8.500 per kilogram. Tahun lalu di atas Rp 9.000,” katanya.
Meski produksi tebu turun, Sumitro mengingatkan pemerintah agar tidak buru-buru mengimpor gula. ”Paling tidak menunggu sampai ada perhitungan secara menyeluruh soal produksi gula dalam negeri sampai akhir tahun.
Pemerintah menargetkan produksi gula tahun 2011 sebesar 2,7 juta ton agar 2014 nanti swasembada gula. Perkiraan produksi gula sementara oleh Dewan Gula Indonesia 2,57 juta ton.
Arum mengatakan, kalau memang pemerintah berkeinginan serius meningkatkan produksi gula, revitalisasi pabrik gula harus segera dilakukan. Revitalisasi sekarang masih banyak yang belum jalan.
Masalah lainnya, perebutan bahan baku tebu antarpabrik gula badan usaha milik negara. Akibatnya, petani mengejar pabrik gula dan memicu peningkatan biaya transportasi. Pabrik gula seharusnya mendorong petani semangat menanam tebu.