Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/12/2011, 08:02 WIB

KOMPAS.com - Jarum jam menunjukkan pukul 07.30 waktu Washington DC, Amerika Serikat, ketika seorang usahawan besar dan pejabat tinggi Indonesia menelepon ke kamar saya. ”Sudah bangun? Menu hotel tidak berubah. Kita makan di luar mungkin lebih asyik. Tetapi di warung sederhana saja, ya,” ujar pria berusia 62 tahun, belum lama ini.

Kami pun menyusuri trotoar Washington DC yang resik kendati pohon-pohon tiada henti meluruhkan daunnya. Tiba di sebuah jalan tidak jauh dari gedung Bank Dunia, pembesar ini mengajak masuk ke sebuah rumah makan prasmanan.

Seusai makan, lelaki tadi mengungkapkan bahwa makan berdua tadi ”hanya” menghabiskan uang 18 dollar AS (sekitar Rp 162.000). Ia berterus terang, uang makan tadi berasal dari anggaran laundry yang tak jadi ia gunakan. ”Bayangkanlah, masak, sih, hanya cuci sepasang pakaian dalam dan kaus kaki kena biaya 60 dollar AS. Daripada tidak ridho, mending saya cuci sendiri semalam dan pagi-pagi ini sudah kering,” ujarnya sambil tergelak-gelak. Sisa uang laundry, sebesar 42 dollar AS, ia cadangkan untuk makan siang. ”Besok kita pakai strategi ini lagi, yah,” katanya sambil terbahak-bahak.

Gaya hidup pejabat tadi sama sekali tidak mencerminkan bahwa ia kikir. Ia ”tidak hitungan”. Ia membangun lebih dari 200 masjid serta menyantuni kaum fakir dan orang sakit. Ia mendirikan sekolah untuk golongan marjinal. Kalau ia sampai mencuci sendiri pakaian dalam dan kaus kakinya, tentu bukan karena ”hitungan ekonomi”. Uang 60 dollar AS jelas bukan apa-apa. Namun, tabiatnya memang unik, tetapi inspiratif. Untuk taraf seperti dia, di mana uang bukan masalah, sangat menyenangkan kalau bisa berbuat sesuatu yang membangkitkan ria, bahagia, dan tawa lebar.

Akan tetapi, apa yang ia lakukan sebetulnya mengandung pesan ”tersembunyi”. Ia ingin mengajak warga hidup bersahaja. Untuk apa cuci kemeja 60 dollar AS? Lebih baik cuci sendiri dan uang itu digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. ”Kalau bisa sederhana, mengapa harus hidup mewah?”

Bagi dia, kekayaan tidak ditunjukkan dengan mengenakan kemeja seharga Rp 80 juta. Tidak dengan arloji seharga Rp 3 miliar. Bukan juga dengan membeli 80 mobil mewah, lalu menjejerkan mobil-mobil seharga di atas Rp 2 miliar per unit itu di rumahnya.

Seseorang benar-benar kaya kalau ia bisa hidup berbagi dan bersahaja. Ia bangun rumah sakit untuk kaum papa, tempat tinggal untuk kaum terpinggirkan, sekolah gratis untuk karyawannya. Semua aktivitas ini dilakukan tanpa publikasi, tanpa panggung, tanpa masyarakat lain harus tahu bahwa dia berbuat sesuatu yang baik.

Orang-orang berduit itu bisa disebut kaya kalau, misalnya, membangun sumur untuk masyarakat miskin di daerah tandus Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Membangun pipa puluhan kilometer untuk mengalirkan air bersih ke desa-desa miskin atau ke sawah-sawah petani.

Tabiat orang-orang Indonesia yang benar-benar kaya justru terkesan unik. Sejumlah usahawan besar Indonesia, sebutlah misalnya Sudono Salim, Eka Tjipta Widjaja, Sukanta, dan Trihatma Haliman, justru sangat bersahaja. Sudono, Eka, dan Trihatma jarang makan di restoran mahal. Mereka lebih suka menyantap makanan buatan istrinya atau makanan secukupnya dari kantin dekat kantor.

Perilaku R Budi Hartono, pemilik Djarum dan BCA, juga demikian. Salah seorang terkaya di Indonesia ini langkas membantu orang, rajin membuka banyak usaha baru agar lebih banyak orang bisa bekerja. Ia sendiri makan sederhana. Ruang kerjanya pun sederhana, jauh dari mewah. (Abun Sanda)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Allianz Syariah Cetak Kontribusi Peserta Baru Rp 870 Miliar pada 2023

Allianz Syariah Cetak Kontribusi Peserta Baru Rp 870 Miliar pada 2023

Whats New
Konsumsi Elpiji 3 Kg Diproyeksi Bengkak 4,4 Persen di 2024

Konsumsi Elpiji 3 Kg Diproyeksi Bengkak 4,4 Persen di 2024

Whats New
LPS Sebut Tapera Bakal Pengaruhi Daya Beli Masyarakat

LPS Sebut Tapera Bakal Pengaruhi Daya Beli Masyarakat

Whats New
Kelancaran Transportasi Jadi Tantangan di RI, RITS Siap Kerja Sama Percepat Implementasi MLFF

Kelancaran Transportasi Jadi Tantangan di RI, RITS Siap Kerja Sama Percepat Implementasi MLFF

Whats New
Sebelum Kembali ke Masyarakat, Warga Binaan Lapas di Balongan Dibekali Keterampilan Olah Sampah

Sebelum Kembali ke Masyarakat, Warga Binaan Lapas di Balongan Dibekali Keterampilan Olah Sampah

Whats New
TLPS Pertahankan Tingkat Suku Bunga Penjaminan

TLPS Pertahankan Tingkat Suku Bunga Penjaminan

Whats New
BRI Life Fokus Pasarkan Produk Asuransi Tradisional, Unitlink Tinggal 10 Persen

BRI Life Fokus Pasarkan Produk Asuransi Tradisional, Unitlink Tinggal 10 Persen

Whats New
Dukung Pengembangan Industri Kripto, Upbit Gelar Roadshow Literasi

Dukung Pengembangan Industri Kripto, Upbit Gelar Roadshow Literasi

Whats New
Agar Tak 'Rontok', BPR Harus Jalankan Digitalisasi dan Modernisasi

Agar Tak "Rontok", BPR Harus Jalankan Digitalisasi dan Modernisasi

Whats New
Emiten Beras, NASI Bidik Pertumbuhan Penjualan 20 Pesen Tahun Ini

Emiten Beras, NASI Bidik Pertumbuhan Penjualan 20 Pesen Tahun Ini

Whats New
Sri Mulyani Tanggapi Usulan Fraksi PDI-P soal APBN Pertama Prabowo

Sri Mulyani Tanggapi Usulan Fraksi PDI-P soal APBN Pertama Prabowo

Whats New
Menhub Sarankan Garuda Siapkan Tambahan Pesawat untuk Penerbangan Haji

Menhub Sarankan Garuda Siapkan Tambahan Pesawat untuk Penerbangan Haji

Whats New
Apindo: Pengusaha dan Serikat Buruh Tolak Program Iuran Tapera

Apindo: Pengusaha dan Serikat Buruh Tolak Program Iuran Tapera

Whats New
Orang Kaya Beneran Tidak Mau Belanjakan Uangnya untuk 5 Hal Ini

Orang Kaya Beneran Tidak Mau Belanjakan Uangnya untuk 5 Hal Ini

Spend Smart
Apindo Sebut Iuran Tapera Jadi Beban Baru untuk Pengusaha dan Pekerja

Apindo Sebut Iuran Tapera Jadi Beban Baru untuk Pengusaha dan Pekerja

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com