Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekspor Kakao Makin Terancam Krisis Eropa

Kompas.com - 28/12/2011, 04:16 WIB

MAKASSAR, KOMPAS - Sejumlah eksportir biji kakao di Sulawesi Selatan khawatir krisis yang kini tengah melanda Eropa dan Amerika Serikat kian mengancam kelangsungan ekspor. Ekspor biji kakao yang saat ini anjlok hingga 40 persen akibat menurunnya produksi diprediksi kian terpuruk akibat krisis ekonomi dunia.

Direktur Utama PT Nedcommodities Makmur Jaya, Dakhri Sanusi, di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (27/12), berpendapat, krisis Eropa mulai memengaruhi permintaan biji kakao dari Malaysia, Singapura, dan Amerika Serikat yang selama ini menjadi negara tujuan ekspor. Sebagian besar kakao yang diolah menjadi cokelat di negara tersebut umumnya dikirim ke sejumlah negara di Eropa.

”Kalau permintaan dari negara-negara di Eropa berkurang, otomatis dampaknya akan terasa pada ekspor biji kakao dari Sulsel,” ungkap Dakhri. Ia khawatir kondisi tersebut akan semakin membenamkan ekspor biji kakao yang saat ini anjlok hingga 40 persen.

Realisasi ekspor biji kakao PT Nedcommodities hingga November 2011 baru 95.000 ton. Jumlah tersebut jauh di bawah pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar 160.000 ton. Dakhri pun tak mampu memenuhi target 120.000 ton yang dirancang untuk memenuhi kontrak dengan importir awal tahun ini.

Target tersebut sebenarnya telah dikurangi 40.000 ton dibandingkan dengan tahun lalu. Hal itu sengaja dilakukan Dakhri untuk mengantisipasi dampak cuaca buruk yang terjadi sepanjang tahun lalu. ”Ternyata prediksi saya meleset karena masa panen di Luwu dan sekitarnya yang menjadi sentra penghasil kakao mundur akibat tingginya curah hujan,” kata Dakhri.

Kondisi ini diperparah dengan jatuhnya harga kakao berjangka sejak sebulan terakhir dari 3.000 dollar AS (sekitar Rp 27 juta) menjadi 2.000 dollar AS per ton. Menurut Muhammad Ardiansyah, eksportir kakao lain, hal itu menyebabkan anjloknya harga kakao di tingkat petani menjadi Rp 15.000 per kilogram.

”Otomatis pasokan dari daerah akan semakin seret karena harga jatuh di tingkat terendah,” ujar Ardiansyah. Pasokan yang tidak menentu dari daerah memaksa perusahaannya menunda kontrak 40.000 ton kakao dengan pembeli dari Singapura dan Malaysia. Menurut dia, volume ekspor perusahaannya saat ini baru 35.000 ton atau 35 persen dari target.

Bea keluar

Ia pun berharap pemerintah meninjau kembali bea keluar ekspor biji kakao. Tarif progresif 5-15 persen dalam mata uang dollar AS yang dikenakan selama ini cukup memberatkan pengusaha. ”Semestinya pemerintah memberlakukan tarif flat (rata) dalam mata uang rupiah selama krisis ekonomi dunia berlangsung,” kata Ardiansyah.

Perdagangan kakao yang tengah lesu memengaruhi distribusi dari sentra penghasil di Sulsel, seperti Kabupaten Luwu, Luwu Utara, dan Luwu Timur. Sakeh (55), pedagang pengumpul di Kecamatan Angkona, Luwu Timur, mengaku baru memasok kakao kepada eksportir di Makassar tiga kali sepanjang tahun ini dengan volume sekitar 60 ton.

Padahal, sepanjang periode Januari-Juli tahun lalu, Sakeh mampu mengirim 36 ton kakao setiap minggu. Kala itu, pengiriman berlangsung rutin selama tiga bulan masa panen. ”Bahkan, pada tahun 2009, saya bisa mengirim hingga 108 ton kakao per minggu ke Makassar selama masa panen,” tutur Sakeh.

Tingginya intensitas hujan mengganggu pembuahan di daerahnya. Selain itu, harga kakao yang terus menurun dari Rp 25.000 menjadi Rp 15.000 per kg amat memukul petani. Sakeh pun kini beralih menekuni bisnis ayam petelur dan penggilingan padi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sulsel, nilai ekspor kakao pada Januari-September 2011 mencapai 215,698 juta dollar AS. Jumlah tersebut menurun 43,4 persen daripada ekspor periode yang sama tahun lalu.

Kakao menjadi komoditas ekspor terbesar kedua setelah nikel. Nilai ekspor kakao pada September 2011 tercatat 17,220 juta dollar AS, menurun drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 28,646 juta dollar AS. (RIZ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com