SEMARANG, KOMPAS.com — Ekonom Universitas Diponegoro Semarang, Nugroho SBM, menilai bahwa menaikkan harga bahan bakar minyak pada tahun ini lebih realistis dibandingkan dengan menerapkan kebijakan pembatasan BBM yang lebih rumit.
Selain rumit, kebijakan pembatasan BBM juga memiliki risiko tinggi untuk diselewengkan, kata Nugroho di Semarang, Senin (23/1/2012), menanggapi kebijakan pembatasan BBM. "Betapa sulitnya mengawasi distribusi BBM bersubsidi bila pada barang sama ada disparitas harga yang begitu lebar. Kondisi ini akan mendorong sejumlah orang untuk mencari keuntungan dengan cara ilegal," katanya
Apabila harga premium bersubsidi dipertahankan Rp 4.500 per liter untuk sepeda motor dan angkutan umum, sementara mobil pribadi dikenai harga premium tanpa subsidi, maka selisih harga ini akan jadi peluang besar bagi para spekulan yang ingin mengeruk keuntungan secara ilegal.
Spekulan akan memborong premium dengan harga Rp 4.500 di SPBU kemudian menjual eceran, misalnya, dengan harga Rp 6.000 per liter kepada pemilik mobil berpelat hitam.
Menurut dosen Fakultas Ekonomi Undip itu, kenaikan harga BBM jenis premium Rp 6.000 per liter di tingkat konsumen masih bisa diterima sebab harga BBM bersubsidi sebesar ini sudah bertahan bertahun-tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.