Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Minta Pemerintah Kaji Persyaratan Sawit AS

Kompas.com - 30/01/2012, 21:48 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Erik Satrya Wardhana, meminta pemerintah mengambil langkah tegas untuk menanggapi penolakan Amerika Serikat atas produk minyak sawit mentah dari Indonesia. AS secara resmi menolak produk sawit Indonesia per 28 Januari 2012.

"Secepatnya pemerintah mengkaji persyaratan yang diajukan pihak Amerika. Sebulan adalah waktu yang cukup untuk mengajukan bantahan. Jika rasional, segera dipenuhi. Jika tidak rasional, pemerintah harus melakukan lobi dan negosiasi keras dengan pihak Amerika. Kalau perlu poduk Amerika yang masuk ke Indonesia juga kita hambat sampai dibukanya kembali pasar minyak sawit kita di sana," kata Erik dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Senin (30/1/2012).

Erik mengatakan, penolakan AS ini merupakan gempuran tahap ketiga berupa kampanye hitam atas industri sawit nasional. Gempuran pertama dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berafiliasi dengan LSM asing. Serangan kedua adalah kelompok konsumen yang melakukan aksi pemboikotan bahan mentah. "Ttahap ketiga adalah penolakan dari pemerintah tujuan ekspor, dalam hal ini adalah Amerika," kata legislator dari Fraksi Partai Hanura ini.

Padahal, kata dia, permintaan dunia akan minyak nabati baik untuk makanan ataupun bahan bakar akan terus meningkat. Menurut Erik, kecenderungan ini membuat kampanye hitam industri sawit nasional terus berlangsung. Kendati tema yang mengemuka masih seputar isu lingkungan, seperti kerusakan biodiversitas dan deforestasi, pesan di balik ini semua sangat kasat mata, yaitu perang dagang.

"Ujung dari berbagai pressure ini adalah pemberlakukan standar-standar baru dalam perdagangan minyak sawit. Negara besar seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat akan membuat regulasi perdagangan dalam non-tariff barrier pada minyak sawit sebagai bahan baku fuels. Hal ini tentu menjadi hambatan ekspansi industri sawit nasional," imbuh Erik.

Erik curiga AS menggunakan isu lingkungan yang tidak relevan untuk memproteksi pengusaha dan pasar lokal mereka. Apalagi, AS adalah produsen minyak nabati non-sawit yang produktivitas dan daya saingnya jauh lebih rendah dibanding minyak sawit. Oleh karena itu, kesigapan pemerintah menghadapi gempuran ini menjadi parameter kunci bagi terbangunnya kembali optimisme pelaku industri sawit nasional, yang sebelumnya menghadapi prospek pertumbuhan.

"Penerapan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai regulasi untuk menjamin proses produksi sawit yang sustainable (berkelanjutan), sudah siap diimplementasikan. Ini merupakan bukti bahwa industri kelapa sawit Indonesia memiliki komitmen yang kuat dalam pengelolaan kelapa sawit secara berkelanjutan. Argumen ini cukup untuk membantah tuduhan AS itu," pungkas Erik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com