Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membangun Kedaulatan Petani demi Pangan

Kompas.com - 15/02/2012, 01:50 WIB

Saat ini negara paling maju dalam pengembangan hibrida adalah China, yang sudah mengaplikasikannya sejak tahun 1976. Prof Yuan Longping, Direktur Jenderal Pusat Penelitian dan Pengembangan Padi Hibrida Nasional China, dalam Konferensi Pangan yang diselenggarakan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) 2004, mengatakan, padi hibrida sudah ditanam di 15 juta hektar sawah atau 50 persen dari total sawah di China.

”Rata-rata produksi padi hibrida nasional 7 ton per hektar, lebih tinggi 1,4 ton per hektar dibanding produksi padi biasa,” katanya.

Peningkatan produksi padi hibrida berperan besar dalam ketahanan pangan karena memberi makan 60 juta jiwa setiap tahun. Inilah yang menjadikan China sebagai negara dengan penduduk terbesar dunia yang sudah swasembada beras.

Sayangnya, keberhasilan China—sekali lagi—justru menjadi jalan pintas para pengusaha untuk mengimpor benih serupa ke Indonesia. Mereka lupa, padi hibrida asal China lebih rentan saat ditanam di Indonesia karena tetuanya dari dataran tinggi dengan iklim yang berbeda pula. Akibatnya, petani lagi-lagi dirugikan.

Sebaliknya, padi hibrida Indonesia dikembangkan dengan dengan tetua yang sesuai dengan kondisi lokal. Kelemahan dalam pengembangan padi hibrida adalah sebagian besar tetua yang baik tidak punya gen ketahanan terhadap ancaman wereng coklat, hawar daun bakteri, dan tungro.

”Sebenarnya kami sudah menghasilkan Hipa 7 yang tahan tungro serta Hipa 8, 12, 13, 14 yang tahan hawar daun bakteri. Namun, kalau serangannya meluas, padi apa pun tidak akan ada yang tahan,” tuturnya.

Kendala berikutnya adalah benih. Selain harganya masih mahal—sekitar Rp 15.000 dibandingkan dengan benih biasa yang hanya Rp 7.000—penggunaan benih bersertifikat juga menjadi syarat agar yang ditanam benar-benar masih F1. ”Orang suka salah kaprah bahwa setelah F2 tidak bisa ditanam lagi. Bisa, tetapi kami tidak menganjurkan karena kalau ditanam akan terjadi segregasi,” katanya.

Meski demikian, sebenarnya sudah banyak petani yang sukses menanam padi hibrida. Di beberapa kabupaten di Jawa Timur, sebutlah Blitar, Madiun, Malang, dan Tulungagung, ada peningkatan hasil padi hibrida. Demikian pula di Sukoharjo, Sragen, Klaten, dan Delanggu di Jawa Tengah. Yang terpenting memang bagaimana memilih varietas padi hibrida sesuai kondisi daerah masing-masing dan memberi perlakuan budidaya sesuai rekomendasi.

Alangkah sayang jika hasil yang baik dari negeri sendiri tidak berkembang karena politisasi di sana-sini. Apa boleh buat, kuncinya kembali ke pemerintah agar tidak mengkhianati program swasembada dan berpihak kepada petani membangun kedaulatannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com