Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembahasan Kenaikan Harga BBM Bakal Alot

Kompas.com - 28/02/2012, 12:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah untuk mendapat stempel kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dari DPR tampaknya tidak mudah. Beberapa fraksi pendukung pemerintah di DPR menyatakan masih menunggu apa rencana pemerintah. Sedangkan fraksi oposisi PDI Perjuangan meminta pemerintah berhemat lebih keras sebelum memilih opsi menaikkan harga BBM.

Demikian rangkuman pendapat sejumlah Fraksi DPR yang dihimpun KONTAN, Senin (27/2/2012). Anggota DPR-RI Komisi XI Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Laurens Bahang Dama, misalnya, mengatakan, Fraksi PAN belum memutuskan setuju atau tidak soal opsi kenaikan harga BBM tersebut.

Fraksinya masih menunggu pemerintah membuka opsi kenaikan harga BBM itu dalam pembahasan APBN-Perubahan 2012 mendatang. “PAN masih bisa menolak kenaikan atau menyetujuinya. Tergantung skema yang dibawa pemerintah nanti, memberatkan atau tidak,” ujarnya.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga masih tampak jual mahal untuk menyetujui opsi kenaikan harga BBM. Mardhani, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS bilang, fraksinya tidak setuju opsi kenaikan harga BBM, sebelum pemerintah memberi solusi yang jelas soal kebijakan energi nasional.

Ia mencontohkan soal roadmap pipanisasi jaringan gas, pembenahan transportasi publik dan database penerima subsidi langsung. “Kami tidak setuju opsi pembatasan dan kenaikan harga. Tetapi benahi secara komprehensif masalah BBM. Dua opsi yang ada sekarang menunjukkan pemerintah malas bekerja,” kata dia.

Sedangkan Fraksi Golkar tak masalah kalau pemerintah menaikkan harga jual BBM bersubsidi. Menurut mereka, kenaikan harga yang bisa di terima maksimal Rp 1.500 per liter. Dengan begitu harga jual bensin dan solar nantinya Rp 6.000 per liter. "Kalau dikembalikan ke harga Rp 6.000 per liter atau naik Rp 1.500 per liter, masyarakat kita sudah pernah merasakan harga BBM di angka itu," kata Satya W. Yudha, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar.

Pendapat senada juga diungkapkan anggota Fraksi Golkar, sekaligus Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis. Ia setuju dengan opsi kenaikan harga BBM dengan batas maksimal Rp 1.500 per liter. Di samping itu, ia meminta pemerintah tetap konsisten untuk melakukan diversifikasi energi.
Harus lebih hemat

Sedangkan, Fraksi PDI Perjuangan tegas menolak opsi kenaikan harga BBM. Menurut fraksi ini, kenaikan harga BBM bersubsidi pada kondisi sekarang ini hanya akan menyengsarakan rakyat. Dus, PDIP pun meminta pemerintah lebih dulu mengoptimalkan penerimaan negara.

Maruarar Sirait, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI-P bilang, PDIP melihat kenaikan harga BBM akan menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk miskin dan angka pengangguran. Sebab, harga kebutuhan pokok bakal naik tinggi.

Apalagi, kalau pemerintah tidak mampu mengalokasikan bantuan tunai hasil dari penghematan subsidi BBM ke masyarakat yang membutuhkan. PDIP melihat, berdasarkan pengalaman beberapa tahun lalu program bantuan langsung tunai tidak tepat sasaran, sehingga masyarakat yang membutuhkan justru tidak menerima.

Pemerintah sendiri hingga saat ini masih menawarkan opsi kenaikan harga BBM per liter sebesar Rp 500, Rp 1.000 dan Rp 1.500. Rencananya usulan ini akan disampaikan saat mengajukan Rancangan APBN Perubahan 2012.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik menegaskan dalam hitungan pemerintah rencana kenaikan harga BBM tidak sampai 40 persen atau Rp 1.800 per liter.

Menko Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menambahkan, pemerintah tidak akan menyengsarakan rakyat dengan kebijakan kenaikan harga BBM. Saat ini pemerintah menyiapkan program bantuan langsung, dan program lain untuk mengurangi beban masyarakat miskin. (Narita Indrastiti, Herlina Kartika, Yudho Winarto/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com