Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Sae Tanangga Karim di Jakarta, Sabtu (17/3), mengatakan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), yaitu bensin dan solar, secara otomatis akan berdampak pada pembengkakan biaya produksi mebel. Bahan baku mebel berasal dari kayu, yang harus didatangkan dari hutan.
”Dengan naiknya harga BBM, biaya angkut barang naik lumayan besar. Belum lagi ongkos tenaga kerja,” ujar Sae Tanangga Karim.
Dia mengatakan, naiknya biaya produksi membuat pengusaha terpaksa menaikkan harga jual mebel. Kenaikan harga jual akan membuat daya saing produk turun.
”Pembeli akan mencoba beralih ke produsen lain, tentunya yang menawarkan harga lebih murah. Kalau tidak beralih,
Tahun 2011, total ekspor mebel tercatat 2,65 miliar dollar AS, turun tipis dari tahun 2010 sebesar 2,7 miliar dollar AS. Asmindo menargetkan ekspor 3 miliar dollar AS tahun 2011. Perlambatan permintaan akibat krisis Eropa dan Amerika Serikat membuat target tersebut sulit tercapai.
Secara terpisah, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi tidak akan berdampak banyak bagi kinerja ekspor Indonesia. Jika kenaikan harga BBM sebesar Rp 1.500 per liter, kontraksi atau penurunan ekspor diproyeksikan sebesar 0,02
Dia mengatakan, berdasarkan perhitungan Kementerian Perdagangan, dampak kenaikan harga BBM terhadap ekspor tidak terlalu besar. ”Hitungan kami, dari target pertumbuhan ekspor sebesar 12,3 persen akan mengalami penurunan sekitar 0,02 persen,” kata Bayu.
Dia mengatakan, kontraksi yang cukup rendah tersebut disebabkan situasi eksternal mengalami kondisi serupa. Kenaikan harga BBM dialami semua negara produsen. Artinya, dari aspek biaya produksi, kenaikan terjadi secara merata.
”Semua negara mengalami tekanan harga BBM. Artinya, lonjakan biaya produksi terjadi merata. Jadi, produk kita masih tetap kompetitif,” kata Bayu.