Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank-bank Besar Harus Pelopori Penurunan Bunga

Kompas.com - 20/03/2012, 11:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Upaya memangkas bunga deposito agar suku bunga kredit murah terus menjadi perbincangan para bankir, ekonom, dan regulator. Menurut sejumlah ekonom dan bankir, penurunan bunga deposito dan efek ke bunga kredit bakal sukses apabila dimotori bank-bank besar yang memiliki likuiditas berlebih.

Pada 15 Maret lalu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menetapkan bunga penjaminan rupiah menjadi 5,5 persen atau turun 50 bps dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Akan tetapi, sepertinya perbankan sulit mengikuti penurunan ini. Maklum, jika harga BBM bersubsidi naik, beberapa bulan mendatang, inflasi bakal melonjak.

Ekonom Mirza Adityaswara mengatakan, ruang penurunan bunga masih terbuka lebar lantaran likuiditas tinggi. Di luar giro wajib minimum (GWM), perbankan memiliki likuditas berlebih sebesar Rp 550 triliun-Rp 600 triliun. Dana ini menumpuk di 10 bank. "Dengan supply likuiditas sebanyak itu harusnya 10 bank besar berani menurunkan bunga deposito sehingga bank lainnya akan mengikuti," ujarnya, pekan lalu.

Mirza menduga lambannya penurunan bunga simpanan karena bank terlalu bergantung pada deposito. Padahal, di negara lain, sumber pendanaan sudah beralih pada sertifikat deposito dan obligasi, sementara peminat deposito sangat sedikit. Berkembangnya alternatif pendanaan tak lepas dari besarnya kapasitas pasar modal.

Berdasarkan data LPS per Januari 2012, rekening dengan nilai di atas Rp 5 miliar hanya 42.000 rekening. Namun, bank terus memperebutkan mereka. "Kami akan melihat dalam 1-2 bulan ini. Bila bank menurunkan bunga deposito 100 bps, perbankan masih melihat LPS Rate. Namun, apabila datanya tidak turun, artinya LPS rate is not relevant," kata Mirza, yang juga menjabat anggota Dewan Komisioner LPS.

Ekonom lain juga meyakini, penurunan bunga bisa tercapai jika bank-bank yang kelebihan likuiditas mempelopori. Akan tetapi, ia mengingatkan, penurunan bunga secara serentak ini jangan dilandasi oleh kesepakatan formal antarbank, seperti MoU 14 bank besar pada 2009.

Biarkan terjadi secara alamiah alias pasar yang menentukan. "Jika memakai kesepakatan, itu sama saja melegalkan mereka melakukan kartel dan oligopoli," kata ekonom sebuah bank, yang minta namanya tidak disebutkan. Dalam jangka pendek, target penurunan bunga mungkin tercapai. Namun, untuk jangka panjang, tidak mendidik industri.

Beberapa bank besar, seperti Bank Mandiri, Bank Permata, dan Bank Rakyat Indonesia (BRI), sudah menyatakan kesiapan menurunkan bunga deposito, sejalan dengan penurunan suku bunga acuan alias BI Rate dan LPS Rate. Ketiga bank kelas kakap ini sedang melakukan kajian penyesuaian bunga.

Direktur Keuangan BRI Achmad Baiquni mengatakan, penurunan tersebut berdasarkan pada perubahan BI Rate, LPS Rate dan kondisi likuiditas di pasar yang masih mencukupi. "Biasanya bunga deposito tertinggi kami bawah LPS Rate," ujarnya.

Bank kelas menengah, seperti OCBC NISP, juga sudah menurunkan bunga simpanan. Kini, bunga deposito bank yang mayoritas sahamnya milik investor Singapura ini di level 5,5 persen  atau turun 100 bps dalam 2 bulan. Penurunan tersebut mengacu pada LPS Rate dan kebutuhan target dana yang sudah terpenuhi.

Akan tetapi, manajemen juga akan melihat realisasi kredit pada 3-4 bulan pertama ini. "Bila permintaan kredit meningkat dan butuh dana besar, kami bisa saja menawarkan bunga lebih agresif," ujar Direktur Konsumer OCBC NISP Rudy N Hamdani.

Sementara itu, Bank Central Asia (BCA) belum melihat perlunya penurunan suku bunga deposito. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, suku bunga deposito BCA sudah sesuai penjaminan. "Deposito di BCA juga sedikit, jadi tidak mempengaruhi cost of fund," ungkap Jahja, pekan lalu. (Roy Franedya/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

    Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

    Whats New
    Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

    Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

    Work Smart
    Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

    Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

    Whats New
    Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

    Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

    Spend Smart
    Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

    Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

    Spend Smart
    Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

    Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

    Work Smart
    Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

    Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

    Whats New
    SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

    SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

    Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

    Whats New
    Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

    Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

    Whats New
    [POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

    [POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

    Whats New
    Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

    Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

    Spend Smart
    Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

    Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

    Whats New
    Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

    Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

    Whats New
    Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

    Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com