Jakarta, Kompas
”Kami memang berharap dana dapat cair tahun 2012 sebab kondisi prasarana memang mendesak untuk ditingkatkan. Ini belum juga bicara soal kekurangan dana perawatan (infrastructure maintenance and operation/ IMO),” kata Staf Utama Direktur Komersial PT Kereta Api Indonesia (KAI) Handy Purnama, Selasa (22/5), di Jakarta.
Agunan Samosir, peneliti
Perpres No 53/2012 memang menegaskan bahwa pemerintah melalui Menteri Perhubungan menyediakan biaya perawatan dan pengoperasian prasarana melalui APBN atau APBN-P.
Besaran biaya perawatan didasarkan pada pedoman perhitungan biaya perawatan prasarana dan pedoman perhitungan biaya pengoperasian prasarana.
Studi Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung pernah menyatakan, backlog (kekurangan) dana perawatan prasarana Rp 5,82 triliun. Kebutuhan dana terbesar untuk peningkatan rel Rp 4,42 triliun, diikuti pergantian bantalan Rp 770 miliar.
Belum jelasnya IMO juga dibarengi ketidakjelasan biaya penggunaan prasarana atau track access charge (TAC). Menurut Perpres 53, biaya penggunaan prasarana merupakan penerimaan negara bukan pajak.
”Persoalannya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Perhubungan belum mengatur penerimaan jasa kereta api. Jadi, regulasi itu harus direvisi,” ujar Handy Purnama.
Handy Purnama menambahkan, bila ketentuan TAC belum jelas, nasib subsidi kereta ekonomi juga tidak jelas. Sebab, subsidi adalah selisih tarif antara tarif penyelenggaraan sarana dan tarif pemerintah. Dalam tarif