Jakarta, Kompas
Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut Hutagalung mengemukakan hal itu di Jakarta, Jumat (25/5).
Tahun 2011, nilai ekspor udang 1,31 miliar dollar AS terhadap total ekspor perikanan 3,52 miliar dollar AS. Tahun 2009, nilai ekspor udang 1 miliar dollar AS, atau 40,4 persen dari total ekspor 2,47 miliar dollar AS.
”Nilai ekspor udang naik, tetapi kontribusi udang terhadap keseluruhan ekspor perikanan turun. Ini karena produksi udang tidak naik signifikan,” ujarnya.
Di sisi hilir, industri pengolahan udang mengalami kekurangan bahan baku. Tahun 2011, realisasi ekspor udang 158.062 ton, atau setara bahan baku 293.232 ton, sedangkan kebutuhan bahan baku 470.000 ton.
Saut mengemukakan, pengusaha udang harus menerapkan strategi pasar dengan melihat produk udang yang diminati pasar. Saat ini, udang berukuran kecil sangat diminati dan harganya tinggi. Harga rata-rata udang ukuran 31-40 ekor per kilogram (size 31-40) berkisar 7,2 dollar AS per kg. Sementara harga rata-rata udang ukuran lebih kecil, yakni 120-150 ekor per kg, adalah 7 dollar AS.
”Pengusaha (udang) perlu melihat pasar dan ukuran udang yang dibutuhkan. Jangan sampai sibuk memproduksi udang berukuran tertentu, tetapi pasarnya sudah jenuh,” ujarnya.
Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia Rokhmin Dahuri mengemukakan, usaha udang selama ini dikelola secara parsial dan tidak terintegrasi ke dalam sebuah sistem bisnis terpadu. Hal itu menyebabkan industri udang kalah bersaing dengan China, Thailand, dan Vietnam.
Dari sisi hulu, teknologi pembenihan belum diperhatikan. Benih hasil pemuliaan, yakni Vaname Nusantara I, belum bisa digunakan petambak karena hasilnya belum memadai. Sementara itu, budidaya udang terganjal daya dukung lingkungan.
Persoalan lainnya adalah pinjaman untuk perikanan sangat sulit dan suku bunga bank tinggi, yakni 12-14 persen per tahun. Suku bunga itu jauh lebih tinggi daripada Thailand yang 2-4 persen per tahun.