Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kereta Cepat, Tidak Mungkin Tidak Pakai APBN

Kompas.com - 27/05/2012, 08:07 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Prasarana Wilayah Kementerian Koordinator Perekonomian, Luky Eko Wuryanto mengatakan penyediaan kereta api cepat ataupun supercepat harus memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Tidak mungkin dana untuk merealisasikan kereta api itu diserahkan seluruhnya ke pihak swasta.

"Nggak mungkin (tidak pakai APBN) karena kalau namanya kereta yang jelas yang paling gampang dimengerti relnya saja harus dari Pemerintah. Nggak ada swasta yang mau bangun rel," sebut Luky kepada Kompas.com, di Jakarta, Jumat (25/5/2012).

Ia menyebutkan, bila rel itu untuk jarak dekat, kata dia, masih memungkinkan pembangunannya diserahkan ke pihak swasta, seperti Manggarai-Bandara Soekarno-Hatta.

Akan tetapi, jika swasta diberikan izin untuk pembangunan rel, pasti kompensasi yang diminta lebih banyak. Swasta mungkin meminta izin untuk membangun yang lain demi menutup biaya pembangunan rel.

"Tapi pasti konsesinya mintanya banyak. Ok saya bangun itu tapi sebagai ininya, saya dapat bangun mal tertentu yang bisa kompensasi kerugian itu," sambung dia.

Oleh sebab itu, lanjut Luky, Pemerintah mau tidak mau yang membangun relnya. Dan swasta, misalnya, diberikan kesempatan untuk menyediakan sarana perkeretaapiannya. "Jadi mustinya harus Pemerintah yang bangun relnya, nanti sisanya (atau) rolling stock-nya baru swasta. Pasti harus Pemerintah," pungkas dia.

Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno, sempat berpendapat Pemerintah tidak boleh menggunakan APBN untuk membangun kereta api cepat ataupun supercepat di wilayah Jawa yang sekarang ini sedang dikaji. "Saya kira bisa saja asal jangan pakai APBN," sebut Djoko kepada Kompas.com, di Jakarta, Kamis (24/5/2012).

Menurut dia, lebih baik dana pembangunan kereta tersebut diserahkan kepada investor asing yang mengatakan proyek tersebut layak dijalankan. Sementara APBN lebih baik dipakai untuk pembangunan jalur kereta di luar Jawa.

"Nggak setuju. Lebih baik APBN untuk memperpanjang rangkaian kereta api dan mempercepat pengaktifan jalur kereta yang nonaktif," tambah Djoko.

Pemerintah mengkalkulasi pembangunan jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung membutuhkan investasi minimal sebesar Rp 56 triliun. Rinciannya, pekerjaan sipil sebesar Rp 24 triliun, pembangunan jalur rel senilai Rp 4 triliun, rolling stock Rp 4 triliun, akuisisi lahan Rp 2 triliun, dana kontingensi Rp 3 triliun, serta sisanya untuk kepentingan biaya konstruksi lainnya dan pajak.

Dari nilai investasi tersebut, Pemerintah hanya menyanggupi keterlibatan investasi maksimal 70 persen dari nilai proyek. Sisanya akan diserahkan ke swasta.

Selain itu, Kementerian Perhubungan juga berencana merealisasikan kereta supercepat Argo Cahaya pada 2014, atau pasca-rampungnya proyek jalur ganda kereta lintas utara Jawa.

Kereta tersebut akan melayani rute Jakarta-Surabaya sepanjang 685 kilometer dengan waktu tempuh 2 jam 53 menit. Rencana penyediaan kereta tersebut ditaksir bisa menelan dana mencapai Rp 180 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com