Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengukur Pertumbuhan Inklusif

Kompas.com - 10/07/2012, 02:06 WIB

Kemajuan tak bisa lagi dibaca secara konvensional kalau prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan diterapkan dengan benar. Pertumbuhan ekonomi harus dihitung ulang dengan memasukkan nilai kerusakan lingkungan dan sumber daya alam akibat tindakan ekonomi.

Konsep pembangunan berkelanjutan dimatangkan tahun 1983 dengan dibentuknya Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (WCED) untuk menanggapi deteriorasi masif dari kondisi ekologi sosial-lingkungan.

Laporan WCED berjudul ”Our Common Future” (1987) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Pilar pembangunan berkelanjutan adalah ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Meski sejarahnya cukup panjang, isu lingkungan dan sumber daya alam terus dilepaskan dari perdebatan ekonomi. Paradigma lingkungan untuk waktu yang lama tidak masuk dalam perencanaan dan kebijakan ekonomi, di tingkat nasional maupun dunia.

Masalah lingkungan adalah urusan global. Dalam konteks itu segala hal berkait dan berkelindan. Kebutuhan pangan, energi, dan air bersih akan meningkat karena populasi Bumi terus bertambah, mencapai sembilan miliar orang tahun 2050, sehingga memberikan tekanan pada sumber daya alam.

Kota akan menghadapi persoalan migrasi, energi, air bersih, polusi, dan berbagai persoalan terkait penurunan kondisi lingkungan karena lebih dari 50 persen penduduk akan bermukim di daerah urban.

Paradoks

Memang pertumbuhan ekonomi dunia berhasil menurunkan tingkat kemiskinan dari 42 persen tahun 1990 menjadi 15 persen tahun 2015. Akan tetapi, pertumbuhan menyisakan persoalan besar di bidang lingkungan dan sumber daya alam.

Data Bank Dunia (2012) mencatat, 13 miliar hektar hutan hilang setiap tahun, konsumsi air naik 300 persen dalam 30 tahun terakhir, emisi karbon dioksida meningkat, dan 85 persen ikan di laut dieksploitasi habis-habisan. Setiap tahun dibutuhkan 1 triliun dollar AS untuk subsidi bahan bakar minyak.

Di Indonesia, upaya memasukkan faktor kerusakan lingkungan dan eksploitasi berlebih sumber daya alam dalam produk domestik bruto (PDB) pernah dilakukan, tetapi tak diperbarui sejak tahun 2004. Namun, dari pengukuran itu diketahui, kekayaan Indonesia sebenarnya sudah menipis. Jika pembangunan terus berjalan dengan prinsip ”business as usual” (BAU), kita bahkan berada di ambang bahaya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenko Perekonomian Buka Lowongan Kerja hingga 2 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Kemenko Perekonomian Buka Lowongan Kerja hingga 2 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Gapki: Ekspor Minyak Sawit Turun 26,48 Persen Per Februari 2024

Gapki: Ekspor Minyak Sawit Turun 26,48 Persen Per Februari 2024

Whats New
MPMX Cetak Pendapatan Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024, Ini Penopangnya

MPMX Cetak Pendapatan Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024, Ini Penopangnya

Whats New
Allianz Syariah: Premi Mahal Bakal Buat Penetrasi Asuransi Stagnan

Allianz Syariah: Premi Mahal Bakal Buat Penetrasi Asuransi Stagnan

Whats New
Holding Ultra Mikro Pastikan Tak Menaikkan Bunga Kredit

Holding Ultra Mikro Pastikan Tak Menaikkan Bunga Kredit

Whats New
Menteri Teten: Warung Madura di Semua Daerah Boleh Buka 24 Jam

Menteri Teten: Warung Madura di Semua Daerah Boleh Buka 24 Jam

Whats New
Bangun Ekosistem Energi Baru di Indonesia, IBC Gandeng 7 BUMN

Bangun Ekosistem Energi Baru di Indonesia, IBC Gandeng 7 BUMN

Whats New
Apple hingga Microsoft Investasi di RI, Pengamat: Jangan Sampai Kita Hanya Dijadikan Pasar

Apple hingga Microsoft Investasi di RI, Pengamat: Jangan Sampai Kita Hanya Dijadikan Pasar

Whats New
Bank DKI Raup Laba Bersih Rp 187 Miliar pada Kuartal I 2024

Bank DKI Raup Laba Bersih Rp 187 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Mendag Zulhas Terbitkan Aturan Baru Soal Batasan Impor, Ini Rinciannya

Mendag Zulhas Terbitkan Aturan Baru Soal Batasan Impor, Ini Rinciannya

Whats New
Microsoft Komitmen Berinvestasi di RI Senilai Rp 27,54 Triliun, Buat Apa Saja?

Microsoft Komitmen Berinvestasi di RI Senilai Rp 27,54 Triliun, Buat Apa Saja?

Whats New
Allianz Syariah Tawarkan Asuransi Persiapan Warisan Keluarga Muda, Simak Manfaatnya

Allianz Syariah Tawarkan Asuransi Persiapan Warisan Keluarga Muda, Simak Manfaatnya

Whats New
Kini Beli Sepatu Impor Tak Dibatasi, Ini Penjelasan Mendag

Kini Beli Sepatu Impor Tak Dibatasi, Ini Penjelasan Mendag

Whats New
TransNusa Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

TransNusa Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
Suku Bunga BI Naik, ST012 Dinilai Lebih Menarik

Suku Bunga BI Naik, ST012 Dinilai Lebih Menarik

Earn Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com