Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek Jangan Molor!

Kompas.com - 10/08/2012, 03:24 WIB

Potensi panas bumi di Indonesia sangat tinggi, bahkan termasuk salah satu yang terbesar di dunia. Namun, sejauh ini pemanfaatan panas bumi di Tanah Air masih sangat minim karena selama ini kita sangat tergantung pada energi fosil, terutama minyak bumi dan batubara, padahal cadangannya kian menipis.

Menurut catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, potensi sumber daya panas bumi di Indonesia mencapai 75.670 megawatt (MW). Sementara kapasitas terpasang dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) baru 1.226 MW atau 4,22 persen dari total potensi yang ada. Beberapa proyek pengembangan panas bumi pun molor dari jadwal yang ditetapkan.

Pemerintah menengarai, lambannya pengembangan panas bumi akibat rendahnya harga jual listrik dari panas bumi dan alotnya proses negosiasi harga listrik. Aturan yang berlaku menyebutkan, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mendapat penugasan dari pemerintah untuk membeli listrik dari panas bumi dengan harga patokan listrik maksimal 9,7 sen dollar AS per kWh.

Terkait dengan hal itu, pemerintah berencana menaikkan harga listrik dari panas bumi jadi 10-17 sen dollar AS per kWh untuk kontrak baru ataupun perpanjangan kontrak jual beli listrik dari PLTP. Penetapan harga listrik dari panas bumi itu oleh pemerintah tanpa melalui proses negosiasi harga dengan PLN. Harganya bervariasi antarwilayah, tergantung pada ketersediaan sumber energi dan daya dukung lingkungan.

Sebagai perbandingan, biaya penyediaan listrik untuk pembangkit berbasis BBM mencapai 35-40 sen dollar AS per kWh. Adapun biaya penyediaan listrik untuk pembangkit berbasis panas bumi akan menjadi 10-17 sen dollar AS per kWh. Adapun harga listrik untuk pembangkit listrik tenaga uap batubara 7-8 sen dollar AS per kWh.

Dalam lima tahun ke depan, PLN menargetkan porsi pembangkit listrik berbasis BBM tinggal 2 persen dari total bauran energi dan akan didominasi PLTU batubara, khususnya di Jawa dan Sumatera.

Dengan masuknya PLTP yang harga listriknya lebih mahal dari PLTU, pemerintah harus menghitung subsidi yang harus dibayarkan agar kenaikan harga listrik dari panas bumi tidak jadi tanggungan PLN.

Penerapan konsep ”feed-in tariff” atau penetapan tarif listrik oleh pemerintah untuk panas bumi juga perlu mengacu pada pembangkit alternatif pemasok beban dasar dengan membedakan beberapa kelas atau kelompok berdasarkan struktur lokasi, kualitas cadangan, skala atau kapasitas proyek, serta tipe teknologi.

Terobosan kebijakan memang diperlukan untuk mendorong pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi yang tidak bisa berpindah tempat. Tentu kebijakan yang diambil harus konsisten, bisa diterapkan, dan ramah bagi investor. Harapannya, cadangan energi fosil seperti batubara bisa disimpan untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi di dalam negeri bagi generasi mendatang.(EVY RACHMAWATI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com