Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Listrik Terganggu dan Harga Beras Meroket

Kompas.com - 04/09/2012, 05:46 WIB

BANJARNEGARA, KOMPAS - Kekeringan yang terjadi selama ini menyebabkan stok air di semua waduk menyusut tajam. Suplai air ke lahan sawah semakin minim, bahkan sejumlah pembangkit listrik tenaga air terpaksa berhenti beroperasi akibat krisis air.

Di Jawa Tengah, enam pembangkit listrik tenaga air (PLTA) berhenti beroperasi sejak awal Agustus. Kondisi ini menyusul susutnya debit air di sejumlah waduk. Keenam PLTA itu adalah Wadaslintang, Sempor, Pejengkolan, Kedungombo, Klambu, dan Sidorejo.

Senior Supervisor PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkit Mrica, Banjarnegara, Gunawan, Senin (3/9), mengatakan, dari 12 PLTA di Jawa Tengah, hanya 5 yang sebagian unitnya masih beroperasi. Total listrik yang diproduksi ke-12 PLTA itu 299,4 megawatt (MW). Namun, kini kapasitas pembangkit yang dioperasikan hanya menghasilkan 88,4 MW.

Gunawan mengakui, selama musim kemarau, produksi listrik menurun dari total kapasitas yang terpasang. Misalnya, saat musim hujan, tiga turbin PLTA Mrica masing-masing berkapasitas 60 MW, dengan total 180 MW beroperasi penuh. Pada musim kemarau seperti saat ini, yang dioperasikan hanya satu atau dua turbin dengan jumlah kapasitas produksi 60 MW sehingga terjadi pengurangan 120 MW dari kapasitas terpasang.

Selain itu, waktu operasional juga dibatasi 4,5 jam hingga 5 jam mulai pukul 17.00. Waktu operasional ditentukan Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban PLN.

PLTA Garung di Wonosobo, yang terdiri atas dua unit berkapasitas 26,4 MW, juga hanya beroperasi satu unit dengan kapasitas 13,2 MW, dengan waktu operasional pukul 17.00-19.00 WIB. ”Operasional PLTA baru akan kembali maksimal pada saat waduk terisi air secara penuh,” ujar Gunawan.

Kepal Bidang Irigasi Dinas Sumber Daya Air, Energi, dan Sumber Daya Mineral Kebumen Muchtarom menjelaskan, saat ini di Waduk Wadaslintang tersisa 261,46 juta meter kubik (m3) air, padahal volume maksimal tertinggi tahun ini 413,46 juta m3 atau merosot hingga 152 juta m3. Volume air di Waduk Sempor kini hanya 11,86 juta m3, padahal pada saat normal 39,83 juta m3 atau kehilangan 27,97 juta m3.

Ketidakserempakan tanam dinilai turut memicu kekeringan di lahan irigasi teknis di pesisir utara Karawang, Jawa Barat, pada musim tanam gadu ini. Petani meminta pemerintah memperbaiki pengelolaan irigasi dan mengetatkan jadwal tanam agar air terdistribusi lebih adil.

Koordinator Serikat Petani Karawang Deden Sofian, Senin, menilai, kekacauan jadwal tanam menyebabkan sawah petani di hilir irigasi kerap kekeringan pada musim tanam gadu. Padahal, air sebenarnya tersedia dan lahan mereka terhubung dalam jaringan irigasi teknis.

Kekeringan terjadi di golongan air IV-V atau sawah yang paling akhir mendapat jatah air di Daerah Irigasi Jatiluhur, terutama di Kecamatan Cilamaya Kulon, Cibuaya, Batujaya, dan Pakisjaya. Sesuai jadwal, sawah seharusnya terairi pada akhir Mei atau awal Juni 2012, tetapi hingga awal September belum terairi.

”Kini sulit memetakan sawah sesuai golongan air I-V karena jadwal tanam di lapangan kacau. Sebagian petani di hulu terus- menerus mengolah lahan sehingga mengambil jatah air petani hilir. Ini tak adil,” ujarnya.

Ancam produksi

Luas kekeringan di pesisir utara Karawang diperkirakan mencapai 7.100 hektar. Sebagian petani telah 2-3 kali menebar benih dan gagal panen.

Kepala Dinas Pertanian Jawa Barat Endang Suhendar mengungkapkan, hingga akhir Agustus 2012, kekeringan di Jawa Barat mencapai 65.000 hektar. Sebesar 15.000 hektar di antaranya puso. Kekeringan juga masih mengancam sekitar 35.000 hektar lainnya.

Kekeringan itu dikhawatirkan menghambat pencapaian target 12,5 juta ton gabah kering giling (GKG) Jawa Barat tahun 2012. Hingga akhir Agustus 2012, produksinya hanya 8,1 juta ton GKG. Dengan produktivitas 6,2 ton per hektar dan sisa luas panen 600.000 hektar (dari total luas tanam 1,9 juta hektar), tambahan produksi hanya 3,72 juta ton GKG. Artinya, total produksi hingga akhir tahun hanya 11,82 juta ton GKG.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur telah menyiapkan dana siap pakai Rp 500 juta untuk menanggulangi bencana kekeringan. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jawa Timur Turmudzi menilai, kebutuhan dana meningkat karena kekeringan semakin luas. Tahun 2011 kekeringan hanya melanda 19 kabupaten/kota, tetapi tahun ini menjadi 26 kabupaten/kota.

Harga beras

Harga beras di Palembang, Sumatera Selatan, terus naik selama musim kemarau ini. Harga beras kualitas sedang di pasaran Rp 9.000 per kilogram, naik dari Rp 8.500 per kg pada bulan lalu.

Pedagang beras di Pasar Lemahbang Palembang, Isnaria (54), mengakui, harga beras berbagai jenis telah mengalami dua kali kenaikan dalam sebulan terakhir. Total kenaikannya rata-rata Rp 500 per kg. ”Hari ini sudah ada kabar, harga beras akan naik lagi dalam waktu dekat,” katanya, di Palembang, Senin.

Saat ini, harga beras paling murah di pasaran Palembang Rp 7.500 per kg. Di tingkat petani, harga beras asalan pun Rp 7.000 per kg. Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Sumatera Selatan Jum Perkasa menilai, kenaikan harga beras dipicu berkurangnya panen. (GRE/IRE/MKN/ETA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com