Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Karet Alam Mulai Pulih

Kompas.com - 17/09/2012, 02:48 WIB

Jakarta, Kompas - Kabar baik bagi petani karet. Harga komoditas primer andalan Indonesia yang sebagian besar diproduksi petani mandiri bergerak naik dalam dua minggu terakhir.

Presiden Direktur Batanghari Group Asril Sutan Amir mengungkapkan hal ini di Jakarta, Minggu (16/9). Indonesia memiliki 3,4 juta hektar perkebunan karet dengan 2,9 juta hektar dimiliki rakyat.

”Saya baru kembali keliling sentra produksi karet di Kalimantan dan Sumatera. Faktor cuaca telah menurunkan suplai di tengah kondisi permintaan pasar internasional meningkat sehingga harga naik,” ujar Asril.

Kenaikan harga mulai terasa sejak sepekan setelah Lebaran. Harga karet internasional bergerak naik dari 2,5 dollar AS per kilogram menjadi 2,9 dollar AS dan diperkirakan akan menyentuh 3 dollar AS per kilogram.

Asril menjelaskan, sentra produksi karet di utara khatulistiwa tengah hujan sehingga di Sumatera dan Kalimantan banjir. Sisi selatan khatulistiwa sedang dilanda kekeringan panjang sehingga daun karet rontok dan produksi anjlok.

Sementara di pasar internasional, kenaikan volume produksi industri otomotif di China, India, AS, dan Jepang pada September dan Oktober ini turut mendorong permintaan. Kesepakatan tiga produsen utama karet alam dunia, Indonesia, Thailand, dan Malaysia, mengatur suplai juga mulai mendongkrak harga.

Ramlah (60), petani karet di Desa Alur Buluh, Kota Langsa, Aceh, membenarkan hal itu. Ramlah mengatakan, harga karet basah kini Rp 8.500 per kilogram, naik signifikan dibandingkan beberapa hari sebelum Lebaran.

”Saat menimbang terakhir sebelum Lebaran, agen pengepul membayar Rp 7.000 per kilogram. Hari Kamis (13/9), harganya sudah Rp 8.500 per kilogram,” ujar Ramlah.

Presiden Direktur PT Riset Perkebunan Nusantara (Persero) Didiek Hadjar Gunadi didampingi Direktur Riset dan Pengembangan RPN Gede Wibawa menjelaskan, pemulihan ekonomi dan pengaturan pasokan ke pasar internasional diharapkan mampu mengatrol kembali harga sampai tingkat yang baik bagi produsen dan konsumen.

”Pusat penelitian RPN sudah lama mendengungkan perlunya pengembangan industri hilir domestik dengan potensi pasar yang luas. Upaya ini bisa mengurangi ketergantungan sektor perkebunan pada pasar komoditas primer karena teknologi pendukung industri hilir sudah tersedia ditambah insentif bagi investor,” ujar Didiek. (Ham)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com