Infrastruktur etika membantu menjamin hubungan kerja yang fair dan menciptakan suasana keterbukaan.
Sistem yang bersih (budaya etika dalam organisasi) harus disertai pelaku yang jujur dan efektif. Jaringan asosiasi profesi, seperti akuntan, hukum, dokter, insinyur sipil, arsitek, diperlukan untuk membantu dalam pengawasan kebijakan publik. Sumbangan kelompok-kelompok ini akan sangat berarti untuk analisis, investigasi, audit, evaluasi suatu proyek atau advokasi hukum.
Sudah saatnya ada inisiatif dari para profesional untuk pelayanan masyarakat atau pemberdayaan civil society dengan ikut dalam pengawasan penyelenggaraan negara. Praktik pro bono (pro bono publico artinya untuk kebaikan atau kepentingan publik) sebaiknya diterapkan untuk kaum profesional bidang apa pun di Indonesia.
Pro bono
Salah satu caranya ialah dengan menyediakan jumlah jam bekerja pro bono per bulan bagi profesional. Minimum delapan jam per bulan adalah waktu yang masuk akal. Kerja pro bono dipakai sebagai salah satu syarat bagi seseorang untuk bisa menduduki jabatan, calon legislatif atau jabatan-jabatan struktural di pemerintahan dan swasta.
Kriterium pro bono berfungsi mengingatkan bahwa jabatan publik dan profesi mengandung nilai etis atau kewajiban moral, yaitu sebagai panggilan untuk pengabdian masyarakat. Orang yang biasa bekerja untuk kepentingan masyarakat lebih memiliki nurani dalam menghadapi godaan untuk korupsi.
Untuk memberdayakan masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik (mengacu gagasan Samuel Paul), diperlukan program kartu pelaporan oleh warga negara (KPW) sebagai umpan balik terhadap pejabat publik (dalam C Sampford, 2006: 235).
Tujuan pembuatan KPW adalah pertama, untuk menilai akses, kelengkapan, dan kualitas pelayanan publik sejauh dialami masyarakat serta membandingkan dengan berbagai pelayanan publik lain sehingga bisa dibuat rating. Kedua, mengukur kepuasan warga negara dengan memprioritaskan perbaikan.