Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelonggaran Impor Buah dan Sayur Berbahaya

Kompas.com - 01/10/2012, 15:08 WIB
Imam Prihadiyoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com- Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri dan Teknologi Sohibul Iman menilai pelonggaran impor produk hortikultura akan mendorong membanjirnya buah dan sayur impor.

"Dalam jangka panjang dikhawatirkan, insentif untuk petani dan daya saing hasil pertanian kita semakin redup. Kita tahu bahwa banyak negara lain yang memberikan subsidi besar-besaran untuk petaninya sehingga harganya murah. Kita perlu membatasi impor komoditas buah-buahan dan sayur-mayur. Kita negara agraris dengan jumlah petani yang sangat besar. Sungguh sebuah ironi bila negara agraris yang subur ini yang menguasai pasar domestik adalah justru produk pertanian asing," ujar Sohibul di Jakarta, Senin (1/10/2012) menanggapi tentang ketentuan soal impor produk hortikultura.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Perdagangan telah merevisi Permendag No. 30/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura menjadi Permendag No. 60/2012 yang baru ditandatangani pada 21 September. Peraturan ini memberikan regulasi terkait kewajiban importir terdaftar dan importir produsen, wajib label, verifikasi dan lainnya. Kebijakan ini diberlakukan mulai 28 September 2012. Namun aturan ini berbeda dengan kebijakan pegetatan pintu masuk impor hortikultura yang berlaku sejak 19 Juni lalu.

"Yang memang kita sayangkan secara mendasar regulasi ini tidak lagi mengatur aspek mendasar yang harus diperhatikan dalam setiap importasi. seperti ketersediaan produk dalam negeri dan keamanan pangan produk hortikultura. Harusnya ada sistem kuota importasi buah, sayur dan produk hortikultura lainnya secara rigid. Ketergantungan dan dominasi produk hortikultura luar negeri dipasar domestik tentu tidak sehat", ujarnya.

Dalam regulasi tersebut, penentuan alokasi impor nasional juga tidak memerlukan lagi kesepakatan yang diambil dari rapat koordinasi tingkat menteri dengan mempertimbangkan produksi dan konsumsi dalam negeri. Kewajiban pencantuman label dalam bahasa Indonesia pun tak memerlukan lagi surat keterangan pencantuman label dalam bahasa Indonesia (SKPLBI).

"Kita juga perlu memperbaiki dukungan akses lahan, anggaran dan perbaikan kelembagaan untuk pertanian agar produk hortikultura kita meningkat dan semakin berkualitas seperti Thailand," tegasnya.

Menurut data Kementan,perkembangan impor buah dan sayur mengalami perkembangan yang sangat drastis. Pada tahun 2008, nilai impor produk hortikultura baru mencapai 881,6 juta dollar AS, tetapi pada 2011 nilai impor produk hortikultura sudah mencapai 1,7 miliar dollar AS (dengan kurs Rp 9.500, sekitar Rp16,15 triliun). Komoditas hortikultura yang impornya paling tinggi adalah bawang putih senilai 242,4 juta dollar AS (sekitar Rp 2,3 trilun), buah apel sebanyak 153,8 juta dollar AS (sekitar Rp1,46 triliun), jeruk 150,3 juta dollar AS (sekitar Rp1,43 triliun) serta anggur sebanyak 99,8 juta dollar AS (sekitar Rp 943 miliar). Meskipun impor hortikultura masih di bawah angka 10 persen, namun kecenderungannya terus meningkat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Earn Smart
Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Earn Smart
Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Whats New
Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Earn Smart
Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Whats New
Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema 'Part Manufacturer Approval'

Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema "Part Manufacturer Approval"

Whats New
Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Whats New
Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Earn Smart
Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Whats New
Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Whats New
Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Whats New
Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Whats New
[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com