Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa BP Migas Dibubarkan?

Kompas.com - 14/11/2012, 09:40 WIB
Didik Purwanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi (MK) telah membubarkan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Saat ini, pemerintah telah membentuk Unit Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas di bawah Kementerian ESDM untuk mengganti lembaga tersebut. Namun, apa sebab BP Migas dibubarkan?

Pengamat perminyakan Kurtubi menjelaskan, langkah pembubaran BP Migas oleh MK ini dinilai sangat tepat. Sebab, BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat. "Pertentangan dengan konstitusi itu disebabkan oleh tata kelola BP Migas tidak bisa digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Itu tidak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33," kata Kurtubi kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (14/11/2012).

Menurut Kurtubi, Pasal 33 UUD 1945 ini sudah jelas mengatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sementara dalam UU BP Migas, semua keinginan dari Pasal 33 UUD 1945 tidak dapat terpenuhi. Terlebih lagi, BP Migas dinilai lebih memihak ke asing. "Contohnya saja, hasil gas dari LNG Tangguh yang justru tidak dialokasikan ke dalam negeri. BP Migas malah menjual gas tersebut secara murah ke China," tambahnya.

Dengan dijualnya gas dari LNG Tangguh ke China, PLN pun berteriak-teriak karena tidak mendapat pasokan gas dari BP Migas. Alhasil, PLN terpaksa memakai bahan bakar minyak (BBM) sebagai pembangkit listrik. Itu yang menyebabkan PLN diduga melakukan inefisiensi sebesar Rp 37,6 triliun.

Sekadar catatan, MK melakukan pembubaran BP Migas karena ketidaksesuaian dengan undang-undang yang berlaku. MK menyatakan frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 Ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 Ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 Ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Majelis Hakim MK Mahfud MD.

MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 Ayat (3), Pasal 41 Ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 Ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pengujian UU Migas ini diajukan 30 tokoh dan 12 ormas, di antaranya PP Muhammadiyah yang diwakili Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan Umat Islam, PP Syarikat Islam Indonesia, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan Muslim Indonesia, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha, dan Karyawan (Sojupek) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia.

Selain itu, ada pula Hasyim Muzadi, Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Fahmi Idris, Salahuddin Wahid, Laode Ida, Hendri Yosodiningrat, dan AM Fatwa. Mereka menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing.

Baca juga:
MK: BP Migas Bertentangan dengan UUD 1945
Pemerintah Pastikan Tata Kelola Migas Tak Terganggu
BP Migas Khawatir Produksi Minyak Terganggu
Soal Karyawan BP Migas, Jero Wacik Pasang Badan

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
BP Migas Dibubarkan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com