Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Bakal Pungut Pajak Kekayaan

Kompas.com - 12/02/2013, 08:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak kembali menggulirkan rencana pungutan pajak kekayaan bagi pemilik bisnis yang mencatatkan saham perusahaannya di bursa (saham pendiri). Berdalih keadilan, Direktur Jenderal Pajak Fuad Rachmany, Senin (11/2/2013), mengatakan, pajak atas kekayaan ini akan dipungut saban tahun kepada para pemegang saham pendiri. 

Ditjen Pajak juga akan memungut pajak saat para pemegang saham ini menjual sahamnya di pasar modal. Pajak ini merupakan pajak tambahan dari pajak transaksi penjualan saham yang sifatnya final, yakni sebesar 0,1 persen.

Tarif yang ditawarkan ini setara dengan pajak bumi dan bangunan (PBB), yakni 0,1 persen dari nilai aset. Hanya saja, Ditjen Pajak tidak merinci apakah pungutan pajak penjualan saham ini juga dilakukan tiap tahun berdasarkan valuasi dari kekayaan, atau hanya sekali saja saat terjadi pengalihan hak atas aset.

Fuad yakin, dengan tarif pajak kecil, orang kaya tidak akan keberatan membayar pajak ini. "Unsur keadilan membuat perlu adanya pajak kekayaan atas kepemilikan saham," ujar Fuad. Orang kaya harus membayar kewajiban pajaknya lebih banyak dibandingkan si miskin.

Fuad paham bahwa rencana ini pasti akan mendapat penolakan seperti saat ia melontarkan wacana ini tahun lalu. Apalagi, negara maju juga belum mengenakan pajak ini.

Pengamat Pajak dari Universitas Indonesia Gunadi yakin, rencana pajak kekayaan tak otomatis membuat iklim usaha di Indonesia menjadi buruk. Terutama, bagi perusahaan yang ingin menawarkan sahamnya ke publik lewat bursa. "Kalau 0,1 persen tidak akan berpengaruh. Tapi kalau 10 persen-15 persen pasti berpengaruh buruk," tambahnya.

Ronny Bako, Pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) menambahkan, pajak atas kekayaan ini akan membuat wajib pajak ketakutan melaporkan kekayaan mereka. Namun, jika hanya untuk perusahaan yang akan go public tidak akan jadi masalah.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai pajak terlalu panik dengan beban penerimaan. "Semua harus dihitung betul. Ketika ekonomi sulit seperti sekarang, kok malah mau menggenjot pajak. Maunya pemerintah itu apa?" kata Sofyan berapi-api. (Anna Suci Perwitasari, Agus Triyono/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com