Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lautan Emas Janji Bayar Setahun Lagi

Kompas.com - 20/03/2013, 09:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Para agen dan nasabah PT Lautan Emas Mulia (LEM) boleh jadi mulai was-was. Dana investasi para nasabah yang terbenam di LEM pun terancam.

Selasa (19/3/2013) Kemarin, puluhan agen dan nasabah kembali mendatangi kantor pusat Lautan Emas Mulia di lantai 12 Menara Global, Jakarta. Mereka hanya ditemui sejumlah staf LEM. Perdebatan antara nasabah, agen dengan pihak LEM pun tak terelakkan.

Amin, salah satu agen Lautan Emas Mulia mengungkapkan, pihak LEM menjanjikan akan menyelesaikan pembayaran kepada nasabah setahun lagi, yakni pada April 2014. Janji yang sama juga disampaikan ke agen LEM.

Malah, komisi agen disunat menjadi 0,75 persen dari selisih harga emas LEM dengan harga pasar. Asal tahu saja, LEM menjual harga emas dengan harga sekitar Rp 700.000 per gram, lebih tinggi dari harga pasar Rp 560.000 per gram, atau berselisih Rp 140.000.

Nah, semula agen mendapat fee sebesar 0,75 persen dari total investasi yang masuk. Tapi kini, LEM memangkas pembayaran fee agen menjadi 0,75 persen dari selisih harga emas itu.

Para agen pun tidak terima dengan keputusan sepihak manajemen LEM tersebut. Malah, sejak manajemen LEM mengundang para agen menghadiri pertemuan di Balai Kartini, 11 Maret 2013 dan menyatakan bahwa LEM tak sanggup membayar kewajiban, direksi LEM mulai menghilang.

Managing Director LEM, Wennes Sulaeman yang biasanya mudah ditemui di kantor pusat, tak lagi menampakkan diri. "Kami tidak terima keputusan sepihak ini. Nasabah juga terus meminta penjelasan dari kami," ujar Amin kepada KONTAN, kemarin.

Amin dan agen lain tetap akan mengupayakan pembayaran secepatnya. Sebab, ia khawatir jika menunggu satu tahun mendatang, LEM sudah tidak beroperasi lagi. "Kami maunya dicicil. Asal jangan ditunda hingga tahun depan. Siapa yang bisa menjamin kantor LEM masih ada pada tahun depan?" ujar Amin.

Amin tidak tahu jumlah total agen LEM. Ia sendiri mengaku hanya memiliki dua nasabah. Selain sebagai agen, Amin juga menjadi nasabah LEM dengan investasi 200 gram emas.

Gara-gara pembayaran macet ini, Amin mengaku dikejar-kejar nasabah yang khawatir investasinya raib.

Tommy, salah nasabah LEM juga meradang dengan keputusan sepihak LEM itu. Ia sendiri telah menjadi investor LEM sejak enam bulan lalu dan menginvestasikan dana Rp 200 juta.

Nasabah lain yang enggan disebutkan namanya juga tak terima bila pembayaran baru dilakukan April 2014. Si nasabah ini mengaku telah menggelontorkan dana Rp 300 juta untuk membeli produk LEM.

Marketing LEM, Feri yang ditemui KONTAN, menolak menanggapi masalah ini. (Dina Farisah/Kontan)

 

Ikuti artikel lainnya di Topik: Waspada Investasi Bodong

Baca juga:
Simpang Siur Nasib Investasi Lautan Emas Mulia
Menag Ikut Tanda Tangan di Sertifikat GTIS?
Hatta: Kalau Investasi Itu Bodong, Sikat Saja
Investasi Skema Ponzi
Ini Daftar Investasi Bodong yang Sudah Makan Korban

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

    Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

    Whats New
    Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

    Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

    Whats New
    Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

    Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

    Whats New
    Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

    Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

    Whats New
    Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

    Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

    Spend Smart
    PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

    PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

    Whats New
    Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

    Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

    Whats New
    Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

    Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

    Whats New
    Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

    Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

    Whats New
    Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

    Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

    Whats New
    SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

    SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

    Whats New
    Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

    Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

    Whats New
    Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

    Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

    Whats New
    Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

    Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

    Whats New
    Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

    Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com