Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengendalian BBM, Mengulang Lagu Lama

Kompas.com - 27/03/2013, 09:06 WIB

KOMPAS.com - Di tengah keraguan untuk segera menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi demi menekan subsidi energi yang membengkak, pemerintah justru kembali memunculkan rencana untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan.

Dengan menggunakan sistem pemantauan dan pengendalian berbasis teknologi, pemerintah akan mengontrol pembelian BBM bersubsidi di setiap stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU). Tujuannya, agar pengguna kendaraan memakai bahan bakar bersubsidi di tingkat yang wajar.

Penjatahan pembelian BBM bersubsidi itu juga diyakini pemerintah bisa mencegah praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi. Salah satu modus yang sering dilakukan di sejumlah daerah adalah membeli BBM bersubsidi jenis solar berulang kali untuk dijual kembali ke industri.

Selama ini penyalahgunaan dalam penyaluran BBM bersubsidi dituding sebagai salah satu penyebab tingginya konsumsi BBM bersubsidi hingga melampaui kuota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tahun lalu, pemerintah menambah kuota BBM bersubsidi dua kali sehingga kuotanya bertambah dari 40 juta kiloliter dalam APBN 2012 menjadi 45,27 juta kiloliter.

Dalam APBN 2013, kuota BBM bersubsidi ditetapkan 46 juta kiloliter, dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude oil price/ICP) 100 dollar AS per barrel dan subsidi BBM Rp 193,8 triliun. Jika ICP mencapai 115 dollar AS per barrel, subsidi BBM diperkirakan bertambah Rp 50 triliun dari yang dianggarkan. Belum lagi jika konsumsi BBM bersubsidi melampaui kuota.

Terkait hal itu, penerapan sistem pengendalian BBM bersubsidi berbasis teknologi diklaim mampu mengubah perilaku pengguna kendaraan menjadi hemat BBM, mengatasi praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi, dan menjaga kuota BBM bersubsidi agar tidak kembali jebol.

Dalam sistem itu, penghitungan volume penyaluran BBM bersubsidi dilakukan di tingkat stasiun pengisian bahan bakar untuk umum, bukan lagi dihitung berdasarkan volume BBM bersubsidi yang keluar dari depot BBM. Seluruh transaksi pembelian BBM bersubsidi tercatat di komputer, termasuk data kendaraan, dan terhubung dengan SPBU lain.

Uji coba telah dilakukan di Banjarmasin tahun lalu, tetapi sebatas mencatat transaksi pembelian BBM bersubsidi. Kini pemerintah berencana memanfaatkan sistem itu untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi. Jadi, setiap kendaraan dijatah volume harian pembelian BBM bersubsidi. Jika jatahnya habis, mulut selang tangki tidak lagi mengucurkan bahan bakar.

Namun, belum ada kejelasan pendanaan pengadaan perangkat teknologi itu, apakah dengan penambahan alpha (margin dan biaya distribusi) dalam APBN atau ditanggung Pertamina lewat pemotongan dividen ke pemerintah. Apalagi sejauh ini belum ada payung hukum dan aspek konstitusional sebagai dasar pembenaran pemerintah untuk membatasi masyarakat hanya mengonsumsi BBM bersubsidi dalam volume tertentu.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto menilai, jika berhasil diterapkan, hal itu merupakan pencitraan bagi pemerintah karena tidak harus menaikkan harga BBM bersubsidi untuk sementara. Penerapan sistem itu juga bisa untuk mengetahui tingkat konsumsi BBM bersubsidi oleh masyarakat yang sebenarnya dan berapa yang salah sasaran.

Di sisi lain, penerapan kebijakan itu dinilai rumit dan kompleks dalam implementasi, memerlukan waktu, kesiapan infrastruktur dan jaringan teknologi informasi yang andal, serta kesiapan petugas di lapangan. Apalagi tercatat ada sekitar 98.000 dispenser yang harus dipasangi perangkat teknologi yang tersebar di sekitar 5.000 SPBU.

Namun, efektivitas kebijakan mengendalikan volume BBM bersubsidi agar tidak jebol itu masih diragukan. Sebenarnya hal itu pernah diwacanakan pada tahun 2008, dengan ide kartu pintar yang juga berbasis teknologi, tetapi batal diterapkan karena kompleksitas dan rendahnya efektivitas.

Karena itu, pemerintah mesti mengkaji dan mempersiapkan kebijakan itu secara komprehensif agar tak sampai dipermasalahkan. Jangan sampai kebijakan itu hanya seperti mengulang lagu lama karena keengganan memilih opsi kenaikan harga yang jelas lebih rasional secara ekonomi. (EVY RACHMAWATI)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintah Anda

    Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang "Toxic" ke Dalam Pemerintah Anda

    Whats New
    Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke Jastiper

    Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke Jastiper

    Whats New
    Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

    Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

    Rilis
    Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

    Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

    Whats New
    Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

    Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

    Whats New
    Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi 'Trading'

    Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi "Trading"

    Earn Smart
    Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

    Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

    Whats New
    Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

    Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

    Whats New
    Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

    Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

    Whats New
    Pasokan Gas Alami 'Natural Decline', Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

    Pasokan Gas Alami "Natural Decline", Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

    Whats New
    BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

    BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

    Whats New
    Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

    Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

    Work Smart
    Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

    Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

    Whats New
    Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

    Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

    Work Smart
    Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

    Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com