Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rente Ekonomi BBM

Kompas.com - 03/05/2013, 02:39 WIB

Para panelis adalah Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar, mantan Wakil Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas Abdul Muin, peneliti di CSIS J Kristiadi, Direktur Indonesia Center for Green Economy Surya University Darmawan Prasodjo, dan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri. Penanggap adalah anggota DPR, Satya W Yudha; koordinator nasional Publish What You Pay Indonesia, Maryati Abdullah; koordinator The Extractive Industries Transparency Initiative Indonesia, Ambarsari Dwi Cahyani; dan moderator Guru Besar FEUI Rhenald Kasali. Laporan di halaman ini melengkapi laporan ”Kompas” sebelumnya pada Selasa (30/4).

***

Kusutnya persoalan migas dan energi nasional selama ini sedikit banyak juga diakibatkan oleh ketidakmampuan negara ini memberantas jaringan mafia yang mengendalikan perdagangan minyak mentah dan BBM mulai dari hulu hingga hilir.

Sejumlah panelis pada Diskusi Panel Ekonomi Terbatas dengan tema ”Minyak Bumi, Masalah dan Solusinya” di Kompas, 28 April lalu, melihat ada indikasi kelompok kepentingan tertentu yang diuntungkan oleh praktik dan rezim perminyakan saat ini.

Dalam diskusi juga dibahas, para kelompok kepentingan tersebut berusaha menempuh berbagai cara untuk melanggengkan sistem yang membuat ketahanan energi rapuh dan industri migas nasional tak pernah menjadi kuat serta menggerogoti keuangan negara dan fondasi ekonomi bangsa.

Bisnis minyak nasional yang omzetnya mencapai 53 miliar dollar AS per tahun disesaki pemburu rente, mulai dari yang bermain dalam ekspor-impor, termasuk broker, trader, atau pemilik tanker yang berkongkalikong dengan oknum di BUMN/pemerintahan, hingga pemain di jalur distribusi dalam negeri dan cecere yang membuat kebijakan pemerintah membatasi konsumsi dan subsidi terancam tak efektif di lapangan.

Mulai dari masyarakat awam hingga praktisi dan pengamat perminyakan tak habis pikir, ada apa gerangan sehingga pemerintah terkesan enggan menghilangkan distorsi harga BBM dan memutus habis mafia minyak yang membuat industri migas nasional merana?

Benarkah keengganan menghapus subsidi BBM semata didasari keengganan pemerintah menghadapi resistensi dan dampak pada masyarakat yang bisa berimplikasi politik? Atau, ada kepentingan lain?

Mengapa sebagai negara yang memiliki jaringan luas di OPEC dan negara- negara produsen besar minyak di Timur Tengah kita tak mampu mendapat pasok dan harga minyak mentah/BBM menguntungkan bagi Indonesia? Mengapa sebagai negara pemilik minyak, industri kilang dan turunannya yang berkaitan luas ke industri lain di dalam negeri tak pernah terbangun?

Tarik ulur kebijakan subsidi BBM dan pembangunan kilang selama ini menunjukkan hadirnya sejumlah kelompok kepentingan. Pihak yang terkait bukan hanya masyarakat kaya dan kelompok perkotaan yang diuntungkan subsidi, melainkan juga mereka yang bermain dan terlibat dalam perdagangan minyak dan BBM.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Whats New
Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Whats New
MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

Whats New
Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Whats New
Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Whats New
Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Whats New
Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Whats New
Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Whats New
Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Whats New
Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Whats New
Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Spend Smart
Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Whats New
Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com