Saat ini, produksi BBM di dalam negeri hanya mampu memenuhi 40 persen konsumsi BBM nasional jenis bensin. Dengan melihat kecenderungan konsumsi BBM jenis bensin saat ini, pada tahun 2025 diperlukan sedikitnya 10 kilang minyak baru, masing-masing berkapasitas produksi 300.000 barrel per hari (bph).
Dengan kebutuhan dalam negeri terus meningkat, tanpa upaya membangun kilang sendiri kita dihadapkan pada ketergantungan semakin besar pada impor BBM, selain juga ketidakpastian terkait pasokan dan harga.
Belakangan, opsi membangun kilang dirasa semakin tak feasible lagi, terutama dengan kelebihan kapasitas kilang di sejumlah negara, seperti India, China, dan Korea Selatan, sehingga dirasa lebih menguntungkan mengimpor BBM olahan ketimbang membangun kilang sendiri.
Ketidakmampuan mengelola sumber daya energi, kebijakan tata kelola energi yang compang-camping, dan merajalelanya mafia minyak membuat aspek energi bukan lagi aset dan kekuatan kita, melainkan justru faktor penyumbang instabilitas dan ketidakpastian perekonomian. Bahaya keterlenaan karena menganggap cadangan minyak masih berlimpah diperparah ketidakberdayaan pemerintah menghadapi jaringan pengendali perdagangan BBM dari hulu hingga hilir.
Persoalannya, mampukah kita melepaskan diri dari jeratan tali-temali jaringan ini yang melibatkan pula oknum- oknum tokoh politik, orang-orang dekat pusaran kekuasaan, bahkan disinyalir juga sejumlah nama besar di pemerintahan?