Mojokerto, Kompas
”Dengan sendirinya ke depan pabrik gula berskala besar harus bisa diversifikasi agar daya saingnya meningkat. Kalau pabrik gula kecil harus bersama-sama, kan tidak cukup tetes tebunya untuk produksi bioetanol,” kata Dahlan Iskan dalam kunjungan kerja di Pabrik Gula Gempolkrep dan Pembangunan Pabrik Bioetanol, Sabtu (8/6), di Mojokerto, Jawa Timur.
Dahlan mengatakan, diversifikasi produk berupa bioetanol tersebut bisa menopang ketahanan energi nasional. Hal itu karena bahan bakar nabati seperti bioetanol diperlukan di tengah makin mahal dan langkanya bahan bakar berbasis fosil seperti minyak bumi.
”Ke depan arahnya membangun pabrik bioetanol dan sebaiknya silakan BUMN (badan usaha milik negara) mencari uang sendiri untuk pengembangan diversifikasinya. Jangan bergantung pada pemerintah,” ujar Dahlan.
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X) Subiyono terus mendorong upaya
”Sudah saatnya kini pabrik gula menyeriusi produk turunan tebu nongula,” kata Subiyono.
Saat ini PTPN X merampungkan pembangunan pabrik bioetanol yang terintegrasi dengan Pabrik Gula Gempolkrep di Mojokerto. Investasi pabrik bioetanol tersebut menelan biaya sebesar Rp 461,21 miliar.
Terkait gula ilegal, masyarakat dan pengusaha di wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia menagih Kementerian Perdagangan untuk segera memberi izin impor gula seperti yang diberikan pada 2012 lalu. Gula impor dinilai bisa mengatasi peredaran gula ilegal.
Ketua Asosiasi Pengusaha dan Pedagang Perbatasan Indonesia HR Thalib menuturkan, sepanjang 2013 ini, kasus penyelundupan gula ilegal berulang kali terjadi dan ditangani oleh aparat penegak hukum. ”Tahun 2012 lalu, saat gula impor masuk melalui perbatasan, gula ilegal berkurang drastis,” kata Thalib.(TIF/AHA)