Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Mendoan Tak Lagi Gurih

Kompas.com - 02/09/2013, 09:11 WIB

Oleh: Gregorius Magnus Finesso
KOMPAS.com -Menjelang petang, Sarwan (43) masih berkutat membuat adonan tempe mendoan di dapur pengap di belakang rumahnya. Ia terpaksa bekerja lebih lama karena mesti mencampur rata adonan kedelai dengan ampas tahu sebelum diragi. Walau sadar mendoan yang dihasilkan tidak segurih biasanya, hal itu dilakukannya agar tetap bertahan di tengah impitan lonjakan harga kedelai.

”Biasanya, siang hari adonan mendoan sudah selesai, tinggal diberi ragi. Namun, sekarang membikinnya lebih lama. Setelah kedelai direbus, saya mencampurnya dulu dengan ampas tahu hingga rata,” kata salah satu perajin di sentra pembuatan tempe mendoan di Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pekan lalu, sambil terus mencampur adonan kedelai itu dengan tangannya.

Pelemahan nilai tukar rupiah nyatanya tak hanya membuat pening investor dan orang kaya. Orang kecil, seperti Sarwan, juga terpukul. Harga kedelai impor, bahan baku pembuatan mendoan di Banyumas, melonjak dari kondisi normal Rp 7.700-Rp 8.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 9.200 per kg. Beberapa pengepul menjual kedelai hingga Rp 10.000 per kg.

Pelbagai siasat dipilih perajin. Sarwan mencontohkan, dalam sehari proses pengolahan tempe, ia menghabiskan sekitar 50 kg kedelai impor. Bahan baku itu, sesudah diolah, bisa menjadi 500 bungkus tempe mendoan. Satu bungkus berisi tiga lembar mendoan. Berbeda dengan tempe pada umumnya yang tebal, ukuran mendoan memang sangat tipis, tetapi ukurannya lebih besar.

Tempe mendoan itu oleh Sarwan dijual ke pasar seharga Rp 750 per bungkus. Dari hitungan kasarnya, kenaikan harga kedelai hingga Rp 1.800 per kg semestinya membuat dia harus menaikkan harga tempe menjadi Rp 1.000 per bungkus. ”Jika harga kedelai normal, modal saya sekitar Rp 400.000, termasuk membeli ragi dan daun pisang. Tetapi, sekarang menjadi Rp 500.000,” tuturnya.

Namun, menurut Sarwan, tempe mendoannya tak akan laku jika dijual seharga Rp 1.000 per bungkus. Apalagi, ia hanya menjual mendoan di seputaran Purwokerto. Konsumennya pun masyarakat menengah ke bawah. Kondisi itulah yang mendorongnya berupaya menekan modal dengan mencampur bahan baku kedelai dengan ampas tahu.

Siasat bertahan Untuk membuat mendoan dengan jumlah yang sama, Sarwan mencampur 35 kg kedelai dengan 15 kg ampas tahu yang dibelinya dari sentra tahu Kalisari, Cilongok, Banyumas. Harga ampas tahu itu Rp 13.000 per zak berisi 40 kg. ”Kalau tidak dicampur ampas tahu, saya bisa merugi banyak,” ujar Surtam (36), perajin tempe mendoan lain.

Tak hanya dicampur ampas tahu, sebagian perajin tempe mendoan juga mencampur kedelai dengan jagung, parutan singkong, atau ampas kelapa. Sebagian perajin bersiasat
mengurangi produksinya.

Namun, perajin tidak menyamakan harga jual mendoan yang bahan bakunya dicampur. Mendoan dengan bahan baku campuran kedelai dan parutan singkong, misalnya, dijual Rp 500 per bungkus. ”Rasanya tidak segurih yang asli kedelai. Tetapi, pedagang mendoan di pinggir jalan tak masalah sebab mereka juga kesulitan menjual jika harga mendoan naik,” kata Surtam.

Upaya lain dilakukan dengan memperkecil ukuran tempe. Salah satunya dilakukan Turjilah (40), perajin mendoan di Desa Keniten, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas. Jika ukuran normal tempe mendoan 25 sentimeter (cm) x 15 cm, kini diperkecil menjadi 20 cm x 10 cm dengan harga jual sama.

Walaupun demikian, ada perajin yang bergeming tak mencampur bahan baku atau memperkecil ukuran mendoan. Mereka adalah perajin mendoan yang menyuplai produk ke toko oleh-oleh khas Purwokerto dan sejumlah restoran kelas atas.

”Saya memperoleh kontrak dengan toko khusus mendoan di Purwokerto sehingga tak berani memperkecil ukuran tempe. Kalau yang dipasok ke pasaran lain, saya terpaksa mengurangi ukuran tempe karena belum berani menaikkan harga,” ujar M Tohirin (65), perajin tempe generasi ketiga keluarga Sarengat di Desa Pliken.

Tak lagi ”mendo” Perajin yang dalam sehari memproduksi 2.000 bungkus mendoan itu mengaku, karena tetap mempertahankan kedelai impor sebagai satu-satunya bahan baku, ia terpaksa menaikkan harga jual dari Rp 1.000 per bungkus berisi tiga lembar menjadi Rp 1.200 per bungkus. Ia khawatir jika mengurangi ukuran atau mencampur bahan baku, ia akan kehilangan kepercayaan dari pelanggan.

Ketua Kelompok Perajin Tempe Sari Mulya, Desa Pliken, Sumarman mengakui, perajin mendoan amat bergantung pada kedelai impor asal Amerika Serikat (AS). Kebutuhan kedelai sebanyak 13 ton per hari bagi 564 perajin mendoan di desa itu dipenuhi dari impor. Alasannya, butiran kedelai impor besar-besar, putih, dan mudah mengembang sehingga bentuk tempe yang dihasilkan bagus. Kedelai lokal kebanyakan berwarna hitam serta butirannya kecil dan sulit mengembang. Jika dibuat tempe, hasilnya kurang bagus.

Menurut Sumarman, upaya mencampur kedelai dengan bahan baku lain hanya dilakukan beberapa perajin, terutama yang konsumennya adalah warga kelas menengah ke bawah. Untuk pasar menengah ke atas, perajin memilih menaikkan harga atau mengurangi produksi.

Tempe mendoan, oleh-oleh khas Banyumas, memang dikenal dengan rasa gurih dan bertekstur lembek. Karena itu, imbuh Ny Lestari (44), salah satu pemilik toko oleh-oleh di kawasan Sawangan, Purwokerto, tempe berukuran tipis yang digoreng setengah matang itu akan kehilangan teksturnya jika bahan bakunya dicampur.

Jika dicampur bahan lain, seperti ampas tahu dan parutan singkong, mendoan akan lebih sulit matang walau baluran tepung di luar sudah mengeras tersiram minyak panas.

”Mendoan itu, kan, tidak boleh digoreng lama. Hanya seperti dicelup ke minyak panas. Kalau bahannya dicampur, selain rasanya yang kurang gurih, menggorengnya juga sedikit lebih lama. Akibatnya, teksturnya tidak akan mendo (setengah matang) lagi,” kata Lestari.

Pencampuran kedelai dengan bahan baku lain tentu bakal menurunkan kualitas gizi tempe. Padahal, tempe merupakan salah satu penganan khas Nusantara yang menjadi primadona makanan tradisional sebab murah, tetapi berprotein tinggi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com