Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Dampak Kenaikan BI Rate

Kompas.com - 13/11/2013, 07:40 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Suku bunga acuan atau BI Rate naik lagi 25 basis poin, menjadi 7,5 persen. Kali ini, Bank Indonesia fokus pada pengendalian defisit transaksi berjalan. Namun, dalam jangka menengah panjang, BI mengarahkan kebijakan kepada pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan.

Kenaikan BI Rate itu diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Selasa (12/11/2013). Dengan demikian, BI Rate sudah naik 175 basis poin (bps) atau 1,75 persen sejak Juni 2013.

Kenaikan BI Rate akan berdampak terhadap perekonomian dan sektor riil. Pertumbuhan ekonomi akan melambat.

Di sisi lain, kenaikan BI Rate akan mengakibatkan kenaikan suku bunga perbankan. Bank bisa menaikkan suku bunga simpanan ataupun pinjaman.

Kenaikan suku bunga simpanan akan mendorong masyarakat menunda kegiatan konsumsi karena memilih menyimpan dana di bank. Kenaikan suku bunga simpanan akan meningkatkan biaya dana bank.

Jika tidak ingin margin tertekan, bank harus menaikkan suku bunga pinjaman. Langkah bank menaikkan suku bunga pinjaman akan berhadapan dengan risiko kredit bermasalah.

Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Achmad Baiquni mengakui, BRI akan memantau lebih dulu situasi sebelum memutuskan menaikkan atau tidak menaikkan suku bunga simpanan.

Sebaliknya, untuk suku bunga pinjaman, ada yang tidak akan naik karena berlaku suku bunga tetap, seperti pada kredit mikro. Namun, ada juga yang naik karena mengikuti BI Rate.

”Kenaikan suku bunga kredit yang mengikuti BI Rate tidak seketika. Kenaikan mungkin bulan depan,” ujar Baiquni.

Berdasarkan data BI, kenaikan BI Rate berdampak pada menipisnya selisih antara suku bunga kredit dan deposito, dari 615 bps pada triwulan II-2013 menjadi 586 bps pada Agustus 2013.

Dampak lain, kenaikan suku bunga deposito mengakibatkan simpanan perbankan tumbuh 15,83 persen pada Agustus 2013 dibandingkan triwulan II-2013. Per Agustus 2013, porsi deposito atas total simpanan 44 persen.

Sektor energiLangkah mengendalikan defisit transaksi berjalan tidak bisa hanya dilakukan BI. Pemerintah juga harus memiliki kebijakan yang jelas di sektor energi.

”Defisit transaksi berjalan kan sumbernya impor migas yang masih tinggi,” kata Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti.

Pemerintah, lanjut Destry, bisa menggunakan mekanisme harga atau konversi energi. Langkah itu harus terstruktur, tetapi dilakukan segera.

Jika tidak, defisit transaksi berjalan masih tetap terjadi dengan sumber yang sama, yakni migas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Whats New
Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Whats New
Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com