Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Impor Gula Resahkan Petani Tebu

Kompas.com - 10/12/2013, 11:12 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis


SEMARANG, KOMPAS.com - Kebijakan impor gula menjadi keresahan bagi para petani tebu Jawa Tengah, padahal saat ini produksi gula di daerah itu sudah surplus.

Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko menyatakan, saat ini surplus gula di Jawa Tengah telah mencapai 2.800 ton. Ia berharap dalam 5 tahun ke depan surplus di wilayahnya dapat mencapai 50.000 ton.

"Ini diharapkan bisa berkontribusi terhadap swasembada nasional," kata Heru saat memberi sambutan pada acara puncak Peringatan Hari Perkebunan Nasional 2013 di Agrowisata Tlogo, Semarang, Selasa (10/12/2013).

Apa yang diinginkan tersebut, lanjut dia, tentu saja perlu upaya dan sinergi kebijakan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Heru menjelaskan, bila soal memberantas hama, tentu petani dapat menyelesaikannya.

Namun demikian, petani memerlukan pula kemajuan teknologi. Meskipun demikian, masalah di lapangan lah yang menjadi ancaman yang dihadapi petani. "Saat ini bagaimana menghadapi (tantangan) yang di lapangan. Di sana kebijakan impor membuat petani tidak bisa apa-apa. Ini sepenuhnya kebijakan pemerintah pusat. Pemerintah daerah pun tidak berdaya menghadapi itu," ujarnya.

Heru mengungkapkan, harga barang-barang impor, dalam hal ini gula, memiliki marjin yang tipis dengan gula produksi petani. Ini dapat membuat petani tidak bersemangat menggarap lahan dan memproduksi tebu. Ia berharap pemerintah pusat dapat lebih cermat melaksanakan kebijakan impor produk pertanian.

"Harapan masyarakat petani dan seluruh masyarakat Indonesia adalah bagaimana pemerintah pusat bisa lebih cermat ketika berbicara mengenai ekspor-impor, terutama produk pertanian. Bagaimana Indonesia yang negara maritim dan agraris dapat berdaulat dan berdikari di pangan," jelasnya.

Kebijakan pemerintah, ujar Heru, diharapkan dapat berpihak kepada rakyat. "Termasuk kebijakan ekspor impor harus berpihak kepada rakyat yang notabene mayoritas petani dan miskin," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com