Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Rumput, Mereka Mengenal Beras dan Sekolah

Kompas.com - 24/12/2013, 14:27 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Arta mengatakan, uang untuk satu rumah bata di Lembongan, yang bahkan belum sempat dicat dan berukuran 50 meter persegi tanpa pernak-pernik arsitektur apa pun, bisa mendapatkan gedung bertingkat bila dibangun di daratan utama Pulau Bali.

Sebagai pembanding, Arta menyebutkan satu zak semen 40 kilogram yang di Jawa atau daratan Pulau Bali bisa didapat di kisaran harga Rp 40.000, di Lembongan dihargai Rp 90.000. "Belum lagi biaya tukang yang harus didatangkan dari sana juga," kata dia.

Pembanding lebih sederhana, satu galon air dalam kemasan, di Nusa Lembongan berharga Rp 22.000. "Semuanya didatangkan dari darat," ujar Arta.

Wisata menggerus rumput laut

Bukan maksud Arta tak mensyukuri berkah rumput laut. Dia bahkan mengakui bahwa pendapatan dari rumput laut jauh melampaui penghasilannya sebagai pemandu wisata.

Sebagai pemandu wisata, Arta mengatakan bahwa pendapatannya per bulan paling berkisar Rp 4 juta. Sementara itu, dari rumput laut, per karung ukuran 85-an kilogram di tingkat petani bisa dihargai Rp 800.000-an.

Sandiasa mengatakan, setiap petak lahan rumput laut ukuran sekitar 10 x 10 meter bisa didapatkan 50 ris rumput laut. Ris adalah ukuran mereka untuk ikatan rumput laut.

Dari 50-an ris itu, kata Sandiasa, bisa didapatkan dua karung ukuran 85 kilogram rumput laut "kering petani" setiap kali panen. "Kering petani" adalah ukuran untuk kadar air sekitar 50 persen.

"Panennya seberapa sering dan banyak, tergantung tenaga," kata Sandiasa tertawa. Setiap panen pun tak berarti seluruh rumput laut diangkat. Ada ukuran layak tertentu, dengan menyisakan yang lain untuk tumbuh.

Ikatan yang dibuat Ria adalah bakal bibit baru untuk ditabur kembali ke petak lahan rumput laut. Semua rangkaian itu tak berhenti per hari. Ukuran "kering petani" pun bisa didapat dari penjemuran satu hari saja, bila hujan tak turun.

Andai saja ada Bambang-Bambang lain menggerakkan industri rumput laut Nusa Lembongan untuk naik kelas, bisa jadi kesejahteraan warga pulau ini bisa meningkat. Selama ini, rumput laut "kering petani" dikumpulkan pengepul dan dibawa ke Surabaya dengan kadar air 35 persen.

Setelah dikumpulkan di Surabaya, pengolahan lebih lanjut mendapatkan rumput laut kualitas ekspor yang per kilonya bisa jutaan rupiah. Rumput laut adalah bahan baku untuk beragam produk turunan, mulai dari makanan sampai kosmetik kelas dunia.

Namun, kekhawatiran pun diungkapkan Arta. "Mungkin lima tahun lagi, wisata akan menghapus rumput laut juga dari Nusa Lembongan."

Arta mengatakan, saat ini tak ada satu pun warga Nusa Lembongan menganggur. "Karena wisata." Menurut Arta, fakta ini tak bisa dimungkiri, tetapi sekaligus membuatnya khawatir soal masa depan pulaunya.

Menurut Arta, dari pendapatan sudah dapat dihitung, potensi rumput laut yang jauh lebih besar daripada wisata. "Memang capek, tapi rumput laut lebih menjanjikan, harusnya," ujar dia sembari menerawang.

Barangkali Nusa Dua, yang tak lagi menyisakan sepotong pun kisah rumput laut sebagai penyambung hidup masyarakat di suatu masa, tergambar di benaknya. Petak-petak yang membayang hitam di hamparan laut Nusa Lembongan mungkin sedang dia terakan lekat-lekat di ingatannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com