Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Terbukti Monopoli Bisnis Elpiji, Pertamina Kena Denda

Kompas.com - 24/01/2014, 07:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Hukum Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Ahmad Junaidi menyatakan,  PT Pertamina bisa kena denda Rp 25 miliar, jika ketahuan melakukan monopoli elpiji 12 kg.

"Apabila Pertamina terbukti melakukan praktek monopoli maka sanksi yang diberikan antara lain menjatuhkan denda yang berkisar antara Rp 1 miliar sampai Rp 25 miliar atau mengganti rugi serta penghentian kegiatan usaha," ujar Junaidi, Kamis (23/1/2014).

KPPU memanggil Pertamina untuk meminta klarifikasi mengenai kebijakan menaikkan harga 12 kg. Pasalnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 002/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 yang menyatakan adanya campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak seperti BBM dan gas bumi ini.

"KPPU menilai tindakan Pertamina menaikkan harga elpiji 12 kg merupakan tindakan yang tidak memiliki dasar kewenangan," ungkap Junaidi.

Lebih lanjut Junaidi mengatakan Pertamina menguasai lebih dari 50 persen pasar penjualan elpiji oleh sebab itu kebijakan yang diambil Pertamina menjadi sorotan KPPU. Dia menyebut KPPU mencermati ada tidaknya praktek monopoli yang dilakukan oleh badan usaha yang menguasai lebih dari 50 persen pasar seperti aksi spekulasi baik dilakukan korporasi maupun pelaku usaha lain.

"Monopoli tidak salah menurut undang-undang. Yang salah praktek monopolinya. Yang kami perhatikan kemungkinan aksi spekulasi baik dilakukan korporasi, termasuk aksi spekulasi pelaku usaha lain," kata Junaidi.

Pertamina bantah

Sementara Direktur LPG dan Produk Gas Pertamina, Gigih Wahyu Irianto, membantah telah melakukan praktik monopoli di dalam bisnis elpiji 12 kilogram.  

"Kami tidak monopoli elpiji umum. Kalau mau jualan elpiji 12 kg silahkan," ujarnya di kantor KPPU.

Gigih menjelaskan, elpiji 12 kg yang dijual Pertamina sampai saat ini merupakan jenis elpiji umum. Penjualan elpiji 12 kg berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 29 Tahun 2006.

Gigih mengatakan, kategori elpiji umum ini besaran harganya ditentukan oleh badan usaha dengan mempertimbangkan tiga hal yakni harga patokan, daya beli masyarakat serta keberlanjutan usaha dari badan usaha itu sendiri.

"Saya sampaikan ke teman-teman badan usaha yang bergerak di elpiji, dengan harga sekarang siapa yang mau masuk. Siapa yang mau berusaha tapi rugi," ungkap Gigih.

Gigih menambahkan sekarang ini Pertamina menaikkan harga elpiji, sesuai ketentuan peraturan perundangan Permen ESDM. Gigih menjelaskan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berhak menentukan harga sendiri.

"Kalau nanti ternyata pemerintah, legislatif menghendaki harga dikontrol pemerintah ya silakan, aturan pemerintahnya diubah dengan konsekuensi disubsidi pemerintah. bukan disubsidi pertamina seperti saat ini," kata Gigih. (Adiatmaputra Fajar Pratama)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com