"Kendala utamanya adalah produktifitas. Produktifitas kita menurun, itu yang paling kita cermati dan concern. Kalau harganya sudah turun terlalu jauh, biasanya petani tidak memelihara dan asal-asalan metiknya. Sehingga produktifitasnya rendah," ujar Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Khrisnamurti di Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Namun, kata Bayu, meskipun produktifitas menurun, kopi Indonesia justru meningkat nilai atau kualitasnya. DIa mengklaim, peningkatan nilai dari kopi tersebut disebabkan karena kualitas yang khas dari kopi di Indonesia. "Bisa lihat sendiri bedanya kopi Gayo, Mandailing. Kita berharap masyarakat juga makin kenal. Intinya adalah mengangkat nilai bagi kopi," kata dia.
Meskipun kualitas kopi meningkat, Kemendag juga mengaku khawatir dengan perkembangan jumlah eksportir kopi dibeberapa daerah yang semakin hari semakin hilang. Salah satu contoh nyata eksportir di daerah Lampung yang jauh berkurang jika dibandingkan 20 tahun lalu.
"Kita juga melihat bahwa ada yang agak mengkhawatirkan. Di Lampung 20 tahun lalu terdapat 200 eksportir kopi, sekarang hanya 25-30. Ini menandakan makin sulitnya untuk berbisnis dan mengembangkan kopi di lapangan," tambahnya.
Nilai ekspor kopi dunia sendiri saat ini mencapai 28 miliar dollar AS. Sementara Indonesia baru berkontribusi 1,5 miliar dollar atau sekitar Rp 15 triliun terhadap nilai ekspor kopi dunia tersebut.
Walaupun Indonesia pengekspor kopi terbesar ketiga didunia dibawah Brazil dan Vietnam, tetapi nilai ekspor kopi Indonesia dianggap masih kecil oleh Wamendag.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.