Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Bisa Klaim PPN

Kompas.com - 27/09/2014, 10:34 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -
Putusan Mahkamah Agung yang mewajibkan komoditas pertanian dan perkebunan membayar Pajak Pertambahan Nilai 10 persen merupakan momentum pemerintah untuk meningkatkan rasio wajib pajak. Pemerintah wajib mendidik petani agar bisa mengklaim PPN yang dibayarkan saat belanja sarana produksi pertanian.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komite Tetap Pajak Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Prijohandojo, di Jakarta, Jumat (26/9/2014).

Menurut Prijohandojo, MA telah membatalkan sebagian Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2007 yang mewajibkan perdagangan seluruh komoditas segar pertanian dan perkebunan dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) selain barang kebutuhan pokok (Pasal 4A) dan barang kena pajak tertentu yang dibebaskan dari PPN (Pasal 16B) mulai 22 Juli 2014.

Kebutuhan pokok yang dimaksud Pasal 4A adalah barang yang sangat dibutuhkan rakyat meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Artinya, produk pertanian dan perkebunan lainnya merupakan barang kena pajak yang terutang PPN.

”Pemerintah harus menindak tegas pedagang atau pabrik pengolahan yang menekan harga pasar komoditas di tingkat petani dengan alasan memungut PPN. Putusan MA ini momentum meningkatkan wajib pajak karena petani yang terdaftar sebagai pengusaha kena pajak bisa mengklaim PPN,” kata Prijohandojo.

Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan harus mengajarkan kepada petani cara mengklaim PPN saat mereka berbelanja sarana produksi pertanian seperti pupuk, alat panen, dan permesinan.

Petani karet, teh, dan kopi

Menurut Prijohandojo, pihak yang paling terpengaruh Perpres No 31/2007 setelah putusan MA Nomor 70 Tahun 2014 adalah petani karet, teh, dan kopi karena sebelumnya merupakan barang yang tidak kena PPN.

Yang terpenting adalah sosialisasi masif bahwa setiap pembeli komoditas pertanian dan perkebunan wajib membayar PPN 10 persen dari total harga pasar komoditas yang dijual petani. ”Kuncinya adalah menertibkan pedagang yang tidak membayar pajak dan menipu petani dengan memainkan harga pasar berdalih PPN,” katanya.

Mengenai putusan MA tersebut, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Yusni Emilia Harahap, beberapa waktu lalu, mengatakan, mayoritas petani belum memahami dampak pengenaan PPN 10 persen atas komoditas pertanian yang mereka produksi. (HAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com