Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anjungan Tunai Mandiri, Mesin Cerdas yang Mulanya Tak Diacuhkan

Kompas.com - 02/10/2014, 08:14 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

KOMPAS.com – Pernahkah Anda menghitung berapa kali dalam sebulan pergi ke anjungan tunai mandiri (Automated Teller Machine/ATM)? Meski hanya sebuah mesin, kita lebih senang pergi ke ATM untuk urusan perbankan ketimbang bertemu teller-teller bank berwajah menawan dengan senyum ramah menyapa.

Siapa yang senang menembus macet dan menghadapi antrean panjang di bank demi mengambil uang Rp 100 ribu atau transfer Rp 200 ribu. ATM jauh lebih praktis. Rasanya, di era yang serba praktis seperti saat ini sulit membayangkan bagaimana hidup tanpa mesin ATM.

Tapi, tahukah Anda, penemuan mesin cerdas ini mulanya tak diacuhkan. Tak ada yang suka dengan “mesin ajaib” yang bisa mengeluarkan uang sendiri. Sedikitnya ada tiga nama yang tak bisa dilepaskan dari perkembangan ATM saat ini, yaitu Luther Simjian, John Shepherd-Barron, dan Don Wetzel. Ketiganya punya ide yang sama, tapi mengembangkan penemuannya secara independen.

Tak diacuhkan

Ilmuwan kelahiran Turki, Luther Simjian, adalah orang pertama yang mencetuskan ide ATM pertama di dunia. Pada tahun 1939 Simijian telah mengajukan 20 paten terkait temuannya ini, salah satunya adalah nama Automated Teller Machine. Namun, mesin cerdas Simjian itu kurang mendapat perhatian masyarakat luas.

Di masa itu, ia berhasil membujuk "City Bank of New York", kini "Citibank", untuk mencoba mesin pintarnya selama enam bulan. Penggunaan mesin ini tidak berlanjut. Tidak ada yang berminat.

“Mungkin yang berminat menggunakan mesin ini hanya segelintir pelacur dan penjudi yang tidak ingin bertatap muka dengan teller bank,” komentar Simjian setengah frustrasi karena mesinnya tak diacuhkan.

Seperempat abad seteleh ATM Simjian, seorang direktur percetakan dokumen-dokumen keuangan De La Rue di Inggris, John Shepherd-Barron, memelopori pembuatan mesin yang bisa mengeluarkan uang sendiri. Barron menggagas mesin ini karena ia punya pengalaman buruk dengan bank.

"Aku ingat kembali pada tahun 1965, aku selalu mengambil uang dari bank pada hari Sabtu pagi. Namun, Sabtu itu aku terlambat satu menit di bank, dan bank itu tutup..,” kata Barron seperti dikutip telegraph.co.uk.

Setelah itu, tahun 1968, seorang ahli dari Docutel Corp Texas, Don Wetzel, mengembangkan ATM berjaringan pertama, yang dikenal sebagai Docuteller. Seperti halnya Barron, Wetzel juga punya pengalaman buruk dengan bank. Dia mengaku hilang kesabaran ketika menunggu giliran dalam sebuah antrean panjang di sebuah kantor cabang suatu bank. Hasil karyanya tersebut kemudian dipakai oleh "Chemical Bank of New York" pada tahun 1969.

Tren ATM

Setelah dekade 60-an ATM mulai dikenal luas di barat. Baru tahun 80-an ATM mulai masuk dan dikenal di Indonesia. ATM pertama kali digunakan di Indonesia pada 1986 oleh dua bank yakni Hong Kong Bank dan Bank Niaga.

Mulanya, ATM di Indonesia hanya digunakan untuk transaksi di satu bank saja. Bahkan, awalnya ATM hanya menggunakan giro dengan jumlah transaksi yang terbatas.

Namun seiring perkembangan waktu, sejumlah bank di Indonesia mulai mengikuti jejak Hong Kong Bank dan Bank Niaga. Pada dekade 90-an pengunaan ATM mulai menjadi tren perbankan.

Tak sampai di situ, ATM kian menjelma menjadi penopang transaksi bank setelah memasuki dekade millenium dengan hadirnya interkoneksi ATM antar bank. Saat ini, nasabah yang berbeda bank bisa melakukan transaksi keuangan hanya dengan melalui mesin ATM milik bank manapun.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com