Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Harga Minyak Dunia Turun, Jokowi Tak Perlu Turunkan Lagi Harga BBM

Kompas.com - 18/11/2014, 10:01 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Ekonomi Aviliani menilai, keputusan Presiden Joko Widodo menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi merupakan keputusan yang baik. Oleh karena itu dia mengatakan, Presiden tidak perlu mundur lagi dengan menurunkan harga BBM yang sudah ditentukan saat ini.

"Iya (tidak perlu menurunkan harga BBM lagi), karena walaupun harga minyak dunia turun sifatnya sementara, jadi lebih baik arahkan untuk pengalihan. Apalagi karena subsidi impor BBM membuat neraca perdagangan defisit," ujar Aviliani saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Senin malam (17/11/2014).

Lebih lanjut menurut dia, Presiden tidak perlu khawatir dengan kebijakan kenaikan harga BBM tersebut. Pasalnya, apabila kebijakannya tegas dan diikuti dengan pengalihan dana ke arah produktif, maka masyarakat pasti akan mendukung.

Sementara itu terkait kenaikan Rp 2.000, Aviliani menilai bahwa kenaikan itu pasti akan menghemat anggaran besar. Hal itu didasari dari harga minyak dunia yang terus melorot dalam beberapa bulan terakhir.

Meskipun begitu, dia tetap mengingatkan pemerintah bahwa harga minyak dunia sangat fluktuatif, itu artinya harga minyak bisa saja naik setiap saat. Mengantisipasi itu, pemerintah menurut Aviliani harus menggunakan fixed subsidi, yaitu subsidi tetap yang memungkinkan subsidi tidak tergantung dari fluktuasi harga minyak dunia.

"Jadi kalau naik Rp 2.000, ke depan, harus diikuti juga dengan kebijakan pembatasan. Misalnya, mobil pribadi sama sekali tidak boleh disubsidi, itu kan menambah pengurangan subsidi 40 persen," kata dia.

baca juga: Pemerintah Harus Jelaskan Pemanfaatan Anggaran akibat Kenaikan Harga BBM

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Asia Terdepan dalam Revolusi Pembayaran Digital

Asia Terdepan dalam Revolusi Pembayaran Digital

Whats New
LKA ESDA Dukung Langkah SKK Migas dan KKKS PetroChina Tingkatkan Eksplorasi

LKA ESDA Dukung Langkah SKK Migas dan KKKS PetroChina Tingkatkan Eksplorasi

Whats New
IHSG Ditutup Melemah, Rupiah Akhirnya Menguat

IHSG Ditutup Melemah, Rupiah Akhirnya Menguat

Whats New
Potensi Ekonomi Masyarakat Miskin di Kota

Potensi Ekonomi Masyarakat Miskin di Kota

Whats New
Siap-siap, BSI Bakal Cairkan Dividen Tunai Rp 855,56 Miliar Minggu Depan

Siap-siap, BSI Bakal Cairkan Dividen Tunai Rp 855,56 Miliar Minggu Depan

Whats New
Berkomitmen Lestarikan Lingkungan, Weda Bay Project Tanam 1 Juta Mangrove hingga Bangun Sanctuary

Berkomitmen Lestarikan Lingkungan, Weda Bay Project Tanam 1 Juta Mangrove hingga Bangun Sanctuary

Whats New
Melejit, Piutang Pembiayaan 'Paylater' Capai Rp 6,47 Triliun

Melejit, Piutang Pembiayaan "Paylater" Capai Rp 6,47 Triliun

Whats New
Faktor Cuaca, RMKE Catat Volume Bongkar Muat Tertinggi Sepanjang 2024

Faktor Cuaca, RMKE Catat Volume Bongkar Muat Tertinggi Sepanjang 2024

Whats New
The Fed Beri Sinyal Turunkan Suku Bunga, Rupiah Menguat Jauhi Rp 16.300 per Dollar AS

The Fed Beri Sinyal Turunkan Suku Bunga, Rupiah Menguat Jauhi Rp 16.300 per Dollar AS

Whats New
The Fed Tahan Suku Bunga, Harga Bitcoin Berpotensi Naik

The Fed Tahan Suku Bunga, Harga Bitcoin Berpotensi Naik

Whats New
Dana 'Stunting' Dipakai untuk Perbaiki Pagar, Anggaran Revolusi Mental Dibelikan Motor Trail

Dana "Stunting" Dipakai untuk Perbaiki Pagar, Anggaran Revolusi Mental Dibelikan Motor Trail

Whats New
Pasar Otomotif Lesu, Perusahaan Pembiayaan Beralih ke Mobil Bekas dan Dana Tunai

Pasar Otomotif Lesu, Perusahaan Pembiayaan Beralih ke Mobil Bekas dan Dana Tunai

Whats New
Pengangkatan Komisaris BUMN: Antara Transparansi dan Kontroversi

Pengangkatan Komisaris BUMN: Antara Transparansi dan Kontroversi

Whats New
Pagu Indikatif Kemenparekraf Rp 1,7 Triliun, Sandiaga Uno Minta Tambah Rp 3 Triliun

Pagu Indikatif Kemenparekraf Rp 1,7 Triliun, Sandiaga Uno Minta Tambah Rp 3 Triliun

Whats New
Bantu UMKM Naik Kelas, Bank Mandiri Hadirkan Mandiri Digipreneur Hub 

Bantu UMKM Naik Kelas, Bank Mandiri Hadirkan Mandiri Digipreneur Hub 

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com