Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Tak Ada Nasi Goreng Enak di Hotel?

Kompas.com - 24/12/2014, 05:58 WIB

Jangankan ikan bakar yang masaknya super mudah itu, pisang goreng dan nasi goreng saja tak ada yang benar-benar bisa kita nikmati di hotel-hotel berbintang kita. Minimnya spirit kewirausahaan telah membuat banyak juru masak hanya bekerja sesuai SOP tanpa menyadari bahwa mereka "menjual" brand Indonesia.

Kadang saya berpikir, hotel telah merekrut orang-orang yang tidak tepat. Tetapi kadang saya mendengar jawaban bahwa rata-rata chef yang dipekerjakan hotel berbintang empat – lima bukanlah chef yang mengerti selera kita. Kalau tidak orang Prancis, pasti bangsa lain. Tetapi bukankah di situ juga bekerja orang-orang Indonesia yang mengerti selera kita. Masa iya membuat nasi goreng yang enak saja tidak bisa?

Kadang juga saya mendengar terjadi ketidaksinkronan antara yang memasak dengan bagian pengadaan. Jadilah bagian pembelian mengadakan pisang  yang belum masak, yang meski disimpan tiga hari belum layak dibuat menjadi pisang goreng. Pisang keras itu disamarkan dengan tepung, keju dan coklat agar lebih terlihat berselera.

Buah-buahan Nusantara pun digantikan oleh buah-buahan standar yang ada di seluruh dunia: apel, anggur, pepaya, nanas dan melon. Melonnya pun, bagian manisnya sudah dipotong, ditinggalkan bagian dasar yang masih padat. Padahal kita punya buah-buahan tropis yang kaya dan selalu ada pada musimnya: duku, mangga, manggis, srikaya, jamblang, kecapi, nangka, cempedak dan sebagainya. Mengapa takut dengan baunya kalau di Thailand saja bisa?

Minimnya protes konsumen, lemahnya perhatian aparatur pembuat kebijakan, serta kemalasan para chef untuk mempelajari kuliner Nusantara telah mengakibatkan kita lebih banyak makan roti dengan selai dan cokelat ketimbang bubur ayam atau nasi goreng. Anak-anak kita pun memilih makan spageti, omelet atau cereal ketimbang jajanan pasar buatan lokal.

Maka saya gembira ketika salah seorang gubernur di Sulawesi memberi kewajiban agar hotel-hotel setempat  menyajikan kuliner lokal. Kalau tak mau juga, katanya ijinnya akan dicabut. Boleh juga lah. Tetapi saya kira kita tak bisa membangun kuliner nusantara dengan sekadar ada saja.

Kalau chef-chef kita mau belajar, maka mereka harus keluar dari kampusnya. Di kampus mereka cuma belajar penyajian, tekstur dan tampilan. Soal rasa, hanya ada di pemilik rumah makan yang rasanya sudah teruji. Jadi mungkin Kementerian Pariwisata bisa membina nasi jamblang mang Dul di Cirebon agar mendapatkan kontrak di hotel-hotel berbintang. Hal serupa juga pada kuliner-kuliner Nusantara lainnya.

Saya kira lebih baik beri tempat pada mereka yang sudah teruji oleh pasar untuk dinaikkan kelasnya. Hotel wajib membantu penampilan dan kebersihannya sehingga semakin banyak orang yang dapat menikmati kuliner nusantara ini. Selamat berwisata kuliner.


ist Prof Rhenald Kasali

Prof. Rhenald Kasali
dalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pria bergelar PhD dari University of Illinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi pansel KPK sebanyak 4 kali, dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi role model dari social business di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Terakhir, buku yang ditulis berjudul Self Driving: Merubah Mental Passengers Menjadi Drivers

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com