“Kebijakan ini mudah (tinggal melarang), tapi leher nelayan tercekik,” kata Daniel dalam rapat kerja dengan Kementeiran Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Senin (26/1/2015).
Daniel menjelaskan, nelayan yang melaut tidak setiap hari pulang ke daratan. Oleh karena itu, ada yang disebut dengan kapal penangkap ikan. Sementara kapal-kapal yang lebih kecil mengangkut muatan dari kapal besar untuk didaratkan ke pelabuhan.
“Kalau ibu sekarang melarang (transhipment) kapal yang lebih kecil ini sengsara. Sementara ikan bisa mati di lautan. Enggak mungkin kapal besar itu melaut sehari bolak-balik,” ucap Daniel.
Menurut dia lagi, pelarangan transhipment yang dilakukan oleh Susi justru melanggar Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Untuk diketahui beleid tersebut menjadi dasar dikeluarkannya Peraturan Menteri No. 30 tahun 2012, pasal 69 yang menyebutkan diperbolehkannya alih muatan (transhipment).
Susi lantas mengeluarkan Permen untuk merevisi Permen No.30 tahun 2012, yakni Permen No. 57 tahun 2014. Daniel pun menganalogikan kebijakan yang diambil Susi seperti mematikan pendapatan para pengayuh becak.
“Kalau Undang-Undang mewajibkan becak kembali ke terminal, berarti UU itu membolehkan becak menjadi moda transportasi di darat. Kalau dilarang, jelas, becak tidak boleh beroperasi,” kata Daniel.
baca juga: Asosiasi Tuna Keberatan dengan Kebijakan Susi soal "Transhipment"
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.