JAKARTA, KOMPAS.com — Ternyata menikah tidak selalu membawa kebahagiaan. Itulah salah satu hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilakukan pada Juli 2014 untuk memotret indeks kebahagiaan orang Indonesia.
"Walau demikian, perbedaan indeks kebahagiannya tidak jauh dari yang belum menikah," ucap Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS Thoman Pardosi kepada Kompas.com, Kamis (5/2/2015).
Pardosi menjelaskan, sebetulnya survei tersebut tidak mempertanyakan alasan mengapa orang yang belum menikah memiliki indeks kebahagiaan lebih tinggi dibanding yang sudah menikah.
"Namun, bisa kita analisis, kira-kira kenapa," imbuh dia. (Baca: BPS: Orang Indonesia yang Belum Menikah Tergolong Paling Bahagia)
Kebebasan terbatasi
Mengapa indeks kebahagiaan mereka yang telah menikah lebih rendah dari yang belum menikah? Pardosi menuturkan, saat ini wanita relatif lebih mandiri dibanding beberapa tahun lalu. Mengejar karier juga menjadi salah satu faktor untuk tidak terikat dalam satu ikatan pernikahan.
"Sekarang saya mau bebas. Saya memperoleh kebebasan kalau saya belum menikah. Sementara itu, kalau sudah menikah, ditanya, 'Di mana?' Kan ada ancaman gara-gara ikatan itu," ucap Pardosi.
Lebih lanjut dia pun mencontohkan, ketika seseorang belum menikah, maka orang tersebut bisa lebih fleksibel berkumpul dengan teman-temannya. Sebaliknya, ketika sudah memiliki ikatan perkawinan, seseorang tidak akan sebebas sebelumnya.
"Kalau punya suami atau istri, diajak main, jawabannya, 'Entar dulu, saya tanya suami/istri saya'. Atau punya anak, alasan-lah, 'Aduh anak saya besok mesti terima rapor.' Itu kan menjadikan kepuasannya berkurang gara-gara ikatan," lanjut Pardosi.
Pelarian
Jangankan untuk ikatan perkawinan, Pardosi melanjutkan, jika menjalin hubungan pertemanan pun, maka seseorang pasti mendapat "aturan" tambahan. Misalnya, kata dia, dengan teman atau orang yang dikenal, umumnya seseorang harus menyapa atau memberi senyuman manis.
"Kalau enggak senyum, dianggap sombong. Hubungan-hubungan seperti itu kan gangguan, jadi membuat ketidakpuasan. Maka dari itu, teman hidup tidak selamanya meningkatkan kebahagiaan," imbuh Pardosi.
Dia menambahkan, yang membuat seseorang tidak bahagia adalah karena menikah bukan karena cinta. "Menikah sering kali menjadi pelarian karena keharusan orangtua. 'Udah umur berapa?' Ditanyain terus," kata dia.
Atas dasar itu, dia mengatakan, ikatan pertemanan atau perkawinan terkadang tidak juga selalu meningkatkan kebahagiaan. Sayangnya, ketika ditanyakan lebih lanjut soal responden yang belum menikah, apakah sudah berpacaran atau jomblo, Pardosi mengatakan bahwa BPS tidak memotret hal tersebut. "Tidaklah, terlalu ribet," ucap dia.
Laporan terbaru BPS menunjukkan, berdasarkan status perkawinan, responden yang belum menikah memiliki indeks kebahagiaan paling tinggi. "Menurut status perkawinan, indeks kebahagiaan mereka yang belum menikah adalah 68,77, ini paling tinggi. Ya, ini karena mereka tidak mikir apa-apa. Tidak ada yang menggelayuti pikiran," ucap Kepala BPS Suryamin dalam paparan, Kamis.
Suryamin lebih lanjut menuturkan, responden yang sudah menikah memiliki tingkat kebahagiaan yang sedikit lebih rendah dibanding yang belum menikah, yaitu di level 68,74. Sementara itu, responden cerai mati memiliki tingkat kebahagiaan di level 65,80.
"Mereka yang cerai hidup tidak bahagia, dengan level 65,04. Mereka yang cerai hidup ini (tidak bahagia) karena (mantan pasangan) masih kelihatan. Ini bikin enggak bahagia," imbuh Suryamin.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.