JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusaha bauksit mengeluh selalu ditagih-tagih pemerintah soal pembayaran pajak, land rent, hingga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Padahal, sejak awal 2014 lalu perusahaan tak lagi beroperasi lantaran pelarangan ekspor bauksit oleh pemerintah.
"Saya dari asosiasi melihat pemerintah ini tidak fair. Sekian banyak pengusaha bauksit ya sampai sekarang tetap saja ditagih itu pajak, land rent, dan PBB," ujar Erry Sofyan usai acara Kompasiana Seminar Nasional tentang Kondisi Terkini, Harapan dan Tantangan di Masa Depan Industri Pertambangan Bauksit dan Smelter Alumina Indonesia di Jakarta, Senin (25/5/2015).
Lebih lanjut dia mencontohkan, perusahaan Haruta Grup untuk bauksit saja tahun 2013 harus membayar Rp 1,08 triliun. Sementara pada tahun 2014 saat berhenti operasi angkanya dia tak mengetahui, namun pemerintah kata dia tetap saja menagih-nagih.
"Kan sudah enggak beroperasi, tapi cicilan pajak tetap ditagih juga," kata dia.
Meski begitu Erry memastikan bahwa yang dibayarkan kepada pemerintah mungkin tak sebesar tahun 2013. Pasalnya, karena larangan ekspor maka tidak ada bea keluar barang hasil produksi. Selain itu, Erry juga mengeluhkan fasilitas tax holiday yang dijanjikan pemerintah tak kunjung ada kejelasan, padahal kata dia, sudah diurus kepada pemerintah sejak 1 tahun lalu.
Sebelumnya, saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ekspor mineral mentah (raw material) dilarang. Aturan itu bentuk pelaksanakan amanat Undang-undang Nomer 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan batubara (Minerba) yang mewajibkan penambahan nilai tambah pada mineral mentah.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.