"Apakah tidak sebaiknya Bang Faisal dan para pelaku yang meributkan hal ini bekerja keras supaya mas Erry (Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia) dan kawan-kawan (pengusaha) bisa mewujudkan pembangunan pengolahan?" kata Drajad kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (29/5/2015).
Dia mengatakan, membuat pengolahan bauksit memerlukan investasi yang besar. Tapi lanjut dia, bukan berarti pelaku usaha di Indonesia tidak ada yang bisa membangun smelter.
Drajad mencontohkan bagaimana PT Antam bersama Showa Denko, Jepang, memulai pembangunan pabrik CGA (Chemical Grade Alumina) pada 11 April 2011 di Kayan, Kalimaman Barat. Saat itu nilai investasi 450 juta dollar AS.
"Jadi saya balik bertanya ke bang Faisal dan mas Erry, kenapa pihak lain bisa menggandeng mitra untuk membangun pengolahan alumina?" tanya mantan Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI periode 2004-2009 itu.
Sebelumnya, dia menjelaskan, kebijakan pemerintah melarang ekspor bauksit itu lantaran bauksit merupakan mineral mentah yang merupakan bahan baku pembuatan alumina. Berdasarkan Pasal 103 dan dan 107 UU Minerba, badan usaha pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Salah satu jalannya yaitu dengan membuat smelter untuk meningkatkan nilai tambah hasil tambang dari perut bumi Indonesia.
"Indonesia sudah menambang dan mengekspor bauksit mentah sejak 1936, diawali dengan tambang di Bintan, Kepri. ...Dan yang ironis, sebagai produsen bauksit, Indonesia malah harus mengimpor alumina untuk membuat aluminium. Banyak sekali potensi nilai tambah yang hilang di sini," kata dia.
Saat ini, lanjut Drajad, kisaran harga alumina di dunia sekitar 9-17 kali harga bauksit mentah. Sementara harga aluminium, sekitar 110 - 140 kali lipat harga bauksit. Dari sisi rasio pengolahannya, kira-kita satu ton bauksit bisa menjadi setengah ton alumina, kalau diolah lagi maka menjadi seperempat aluminium.
"Dengan rasio harga di atas, bisa dibayangkan berapa besar nilai tambah yang hilang karena Indonesia hanya mengekspor bauksit mentah. Zalim sekali kita kepada anak cucu kalau hanya menguras mineral mentah, dan mereka (generasi selanjutnya) kita beri sisa ampas-ampasnya (saja)," kata Drajad.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.