Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/08/2015, 06:06 WIB

Sehingga tak heran nilai-nilai kearifan lokal, budaya khas Indonesia atau khususnya Jawa masih menjadi roh dari perusahaan ini, dan contoh dari nilai-nilai kearifan lokal atau budaya tersebut ialah: gotong royong, kekeluargaan, musyawarah mufakat, tepo seliro, dan penghormatan terhadap mereka yang lebih sepuh atau senior.

Bulan pertama CEO ini menginjakkan kakinya di perusahaan baru, dia dengan secara drastis dan ekstrim mengubah semua budaya dan kebiasaan yang ada, misalnya tidak ada lagi musyawarah mufakat untuk mengambil suatu keputusan. Dia mengatakan kepada bawahannya bahwa semua keputusan penting dan strategis adalah hak dan kewajiban dia selaku CEO, dan tidak perlu digugat atau dipertanyakan, cukup dilaksanakan saja. Bagi mereka yang tidak setuju dengan keputusan CEO dia mengatakan dengan lantang the door is always open”, alias jika elu tidak setuju elu musti cabut!”

Bulan kedua dia mengeluarkan instruksi kepada HRD bahwa untuk promosi jabatan hanya mengacu kepada performance saja, tidak perlu menggunakan variable masa kerja atau senioritas sebagai salah satu pertimbangan kenaikan pangkat dan jabatan.  Acara-acara family gathering dikurangi dan diganti dengan uang tunai saja, sehingga waktu untuk bekerja lebih efisien, tidak perlu ada libur yang memang tak penting hanya untuk jalan-jalan keluarga.

Bulan ketiga, dia mengeluarkan kebijakan bahwa setiap tim bertanggung jawab terhadap kinerjanya sendiri. Tidak boleh meminta bantuan tim atau departemen lain atau tolong menolong dan gotong royong karena itu hanya akan mengganggu kinerja departemen lain. Dia mengatakan, “Seharusnya jika masing-masing tim bekerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya maka semuanya seharusnya berjalan dengan baik!”

Sepintas apa yang dilakukan CEO ini memang cocok dan pas dengan aneka literatur dan referensi bisnis ala negara barat. Dan jika ditelaah lebih lanjut sebenarnya masuk akal juga. Namun apakah sesuatu yang tampaknya logis juga realistis?

Jelas terlihat sang CEO mengaplikasikan secara bulat-bulat cara lama dia di perusahaan lama di perusahaan baru dengan kondisi yang baru. Lalu apa yang terjadi di bulan keempat?

Alhasil, alih-alih membawa perbaikan dari waktu ke waktu perusahaan mengalami kemunduran, dimulai dari kemunduran motivasi hampir semua lini karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya demo besar-besaran oleh karyawan di pabrik, sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terjadi sejak perusahaan tersebut didirikan oleh generasi pertama pendiri perusahaan.

Kemudian terjadi peningkatan biaya yang tidak diikuti peningkatan penghasilan, peningkatan biaya ini terjadi akibat turn over yang sangat tinggi memecahkan rekor di industri sejenis. Keluarnya para punggawa terbaik perusahaan terjadi akibat mereka sudah tidak tahan dan tak sanggup bekerjasama dengan CEO yang katanya hebat itu.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com