Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Penguatan Rupiah dan Fundamental Ekonomi yang Masih Lemah

Kompas.com - 15/03/2016, 15:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Nilai tukar rupiah masih terus melanjutkan keperkasaannya terhadap dollar AS.

Pada penutupan perdagangan di pasar spot antarbank Jakarta (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor) Jumat (11/3/2016), rupiah bertengger di level 13.087 per dollar AS, menguat dibandingkan penutupan sehari sebelumnya di posisi 13.147 per dollar AS.

Penguatan rupiah yang telah terjadi selama beberapa pekan ini tergolong cukup cepat.

Tren penguatan rupiah terjadi sejak 28 Januari 2016, saat rupiah bertengger di level 13.873 per dollar AS.

Dengan demikian, hanya dalam rentang 1,5 bulan, kurs rupiah telah menguat 5,7 persen terhadap dollar AS.

Banyak pihak, bahkan pemerintah sendiri menilai penguatan rupiah saat ini merupakan indikasi membaiknya perekonomian Indonesia. Benarkah demikian?

Penguatan nilai tukar bisa disebabkan oleh banyak faktor. Bisa karena faktor spekulasi semata, sentimen, faktor eksternal, maupun faktor fundamental perekonomian negara bersangkutan.

Penguatan kurs yang disebabkan oleh faktor fundamental biasanya lebih langgeng dan berhorizon panjang.

Adapun penguatan yang dipicu oleh aksi spekulasi, sentimen, atau eksternal yang tidak didukung oleh faktor fundamental biasanya berlangsung sementara dan sangat fluktuatif.

Dalam konteks nilai tukar, faktor fundamentalnya ditunjukkan oleh kinerja ekspor dan investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI).

Negara dengan kinerja investasi dan ekspor yang bagus, biasanya akan memiliki mata uang yang kuat.

Dikaitkan dengan faktor fundamental, nilai tukar rupiah dalam beberapa tahun terakhir, sebenarnya berada dalam tren melemah.

Tren pelemahan rupiah dalam horizon panjang mulai terjadi sejak September 2011, saat rupiah berada dalam posisi Rp 8.565 per dollar AS.

Sejak itu, rupiah cenderung melemah hingga mencapai level 13.000-an per dollar AS saat ini.

bloomberg Tren nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
Kondisi itu terjadi karena kinerja ekspor Indonesia dalam lima tahun terakhir juga merosot.

Pada September 2011, nilai ekspor Indonesia sempat menyentuh angka tertinggi yakni sebesar 18,65 miliar dollar AS.

Sejak itu, perlahan-lahan, nilai ekspor terus menurun hingga hanya 10,5 miliar dollar AS pada Januari 2016.

BPS Kinerja ekspor Indonesia 2011-2016
Sejak itu pula, perlahan-lahan, neraca ekspor – impor Indonesia menjadi negatif atau defisit, yang berarti nilai impor lebih besar dari nilai ekspor.

Ekspor yang memburuk sehingga terjadi defisit neraca perdagangan inilah yang menyebabkan kurs rupiah terus melemah dalam lima tahun terakhir.

Lalu, bagaimana melihat fenomena penguatan rupiah yang terjadi belakangan ini?

Jelas terlalu dini untuk menyimpulkan penguatan rupiah disebabkan oleh membaiknya fundamental ekonomi Indonesia.

Sebab, hingga Januari 2016, kinerja ekspor Indonesia masih lemah meskipun neraca perdagangan sudah mencatat surplus.

Penguatan rupiah kali ini lebih disebabkan oleh faktor sentimen, spekulasi, dan eksternal. Karena itu, jika fundamental ekonomi Indonesia tidak membaik, penguatan hanya akan berlangsung sementara.

Pasar keuangan yang semakin mengglobal dan terbuka saat ini menyebabkan uang bisa berpindah-pindah dengan cepat dan cair dari suatu negara ke negara lain.

Prinsipnya, uang akan mengalir ke instrumen yang lebih menguntungkan dengan risiko yang terukur.

Tentu saja, instrumen keuangan dan pasar modal di negara berkembang termasuk Indonesia cenderung menawarkan imbal hasil yang lebih menarik ketimbang negara maju.

Apalagi, investasi di negara maju seperti AS dan negara-negara Eropa semakin tidak menarik karena kebijakan moneternya yang mengarah pada suku bunga nol persen, bahkan minus.

Nah, masuknya dana-dana asing itulah yang membuat kurs rupiah menguat.

Sebab, permintaan rupiah meningkat mengingat dana-dana asing itu harus dikonversi ke rupiah sebelum ditanamkan di instrumen keuangan domestik.

Sesuai hukum permintaan dan penawaran, nilai tukar akan menguat jika permintaannya tinggi.

Banyaknya dollar AS yang masuk ke Indonesia terkonfirmasi dari penambahan cadangan devisa yang disimpan Bank Indonesia.

Pada akhir Februari 2016, cadangan devisa mencapai 104,54 miliar dollar AS, meningkat dibandingkan akhir Januari 2016 yang sebesar 102,13 miliar dollar AS.

Dengan demikian, dalam satu bulan, dollar AS yang masuk ke Indonesia dan kemudian disimpan di BI mencapai 2,41 miliardollar AS atau setara Rp 31,64 triliun.

Bank Indonesia Cadangan devisa 2016
Uang dollar AS yang masuk ke Indonesia dalam periode tersebut sebenarnya lebih besar dari itu karena tidak semua dollar AS yang masuk ditukarkan atau disimpan di BI.

Bank-bank di dalam negeri juga menyimpan dollar AS, walaupun jauh lebih kecil dibandingkan yang ada di BI.

Kita tentu menginginkan agar dana asing tersebut menjadi FDI. Sebab, hal tersebut akan langsung berdampak pada perekonomian berupa pembangunan infrastruktur, pabrik, dan penyerapan tenaga kerja.

Sementara, jika masuk ke instrumen keuangan, dampaknya tidak besar, bahkan bisa menjadi bumerang jika tiba-tiba dana tersebut kembali ke luar negeri (reversal).

Makanya, uang yang masuk ke pasar saham kerap disebut sebagai hot money karena gampang berpindah-pindah, mencari tempat yang paling menguntungkan dan aman.

Nah, ternyata, dollar AS yang masuk ke Indonesia saat ini sebagian besar memang ditempatkan di pasar saham.

Buktinya, dalam satu bulan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) meroket secara signifikan.

Tren kenaikan IHSG bermula pada tanggal 21 Januari 2016 saat indeks berada di posisi 4.414.

Sejak itu, IHSG terus berada dalam tren menguat hingga menyentuh 4.813 pada penutupan perdagangan Jumat (11/3/2016).

Dengan demikian, selama kurun waktu tersebut, indeks telah menguat 402 poin atau 9,1 persen.

bloomberg Tren kenaikan IHSG
Jadi, dapat dikatakan penguatan rupiah kali ini belum terlalu positif bagi perekonomian Indonesia.

Selain bukan disebabkan faktor fundamental, dana asing yang masuk juga hanya berputar-putar di pasar keuangan dan pasar modal, tidak masuk sektor riil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com