"Akan memicu konflik horizontal," ujar Ketua PPAD Cecep Handoko dalam ketangan resminya, Jakarta, Kamis (17/3/2016).
Padahal kata Cecep, kedua perusahaan itu jelas-jelas melanggar UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Lantaran tidak memenuhi aturan, PPAD menilai tidak ada keadilan di mata hukum.
Perusahaan angkutan resmi dikenai berbagai ketentuan yang ada di dalam UU.
Sementara Uber dan Grab Car tidak terikat aturan.
"Dalam hal ini saya menilai kita sedang dibenturkan konflik horizontal bangsa. Sadarkah kita sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat dibenturkan dengan keuntungan sesaat dari taksi online," kata Cecep.
"Sekali lagi kami menuntut kesetaraan dalam segala aspek dan bersaing secara sehat," ucap dia.
Sebelumnya, Rudiantara memutuskan tidak memblokir aplikasi Uber dan GrabCar.
Alasannya, masyarakat membutuhkan layanan transportasi yang menggunakan kedua aplikasi itu.
"Kalian (wartawan) mau enggak diblokir? Kalau diblokir, nanti pulang mau naik apa?" kata Rudi saat memberikan keterangan pers di kantor Kemenkominfo, Selasa (15/3/2016).
Rudi menyadari bahwa layanan transportasi yang dijalankan Uber dan GrabCar banyak dikeluhkan karena dianggap menyalahi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Namun, ia menyebutkan bahwa baik GrabCar maupun Uber tengah mengajukan proses untuk kelengkapan legalitasnya.