Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Dunia: Asia Timur dan Pasifik Masih Menarik, Indonesia Tergantung Paket Ekonomi

Kompas.com - 12/04/2016, 06:25 WIB
Aprillia Ika

Penulis

WASHINGTON, KOMPAS.com — Laporan terbaru Bank Dunia memperlihatkan bahwa pertumbuhan kawasan Asia Timur dan Pasifik hanya akan melambat di 2016-2018.

Bila tidak menyertakan Tiongkok, negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik tumbuh sebesar 4,7 persen di 2015.

Laju pertumbuhan akan naik sedikit ke 4,8 persen pada tahun 2016 dan 4,9 persen pada tahun 2017-18, dimotori oleh pertumbuhan di perekonomian besar Asia Tenggara.

Diantara perekonomian Asia Tenggara yang besar, prospek pertumbuhan di Filipina dan Vietnam paling kuat; kedua negara tersebut diperkirakan akan tumbuh lebih dari 6 persen di tahun 2015.

Pemerintahan di kawasan Asia Timur dan Pasifik diharapkan akan tetap mengutamakan kebijakan keuangan dan fiskal yang dapat meredam kerentanan dan memperkuat kredibilitas, serta mempertajam reformasi struktural.

Menurut Bank Dunia, laju pertumbuhan di kawasan Asia Timur dan Pasifik diperkirakan akan melambat dari 6,5 persen di tahun 2015 ke 6,3 persen di tahun 2016 dan 6,2 persen di tahun 2017-20118.

Perkiraan ini mencerminkan transisi Tiongkok menuju arah pertumbuhan yang lebih berkelanjutan namun melambat. Pertumbuhan di Tiongkok diperkirakan pada 6,7 persen di tahun 2016 dan 6,5 persen di tahun 2017, lebih lambat di banding pertumbuhan 6,9 persen pada tahun 2015.

Data Bank Dunia menyebutkan, negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik terus memberi kontribusi besar kepada pertumbuhan global.

"Kawasan ini mencakup hampir dua perlima dari pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2015, lebih dari dua kali lipat dari seluruh kawasan pembangunan yang lainnya,” ujar Victoria Kwakwa, Wakil Presiden terpilih Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik, dalam keterangan pers ke Kompas.com.

Menurut dia, kawasan ini terbantu oleh kebijakan makroekonomi yang cermat, termasuk usaha meningkatkan pendapatan domestik di beberapa negara eksportir komoditas.

Namun, guna mempertahankan pertumbuhan di tengah-tengah situasi dunia yang menantang, diperlukan kemajuan berkala dalam reformasi struktural.”

Ampuhkah Paket Kebijakan Ekonomi Indonesia?

Sementara itu Bank Dunia mmeprediksi pertumbuhan di Indonesia mencapai 5,1 persen di 2016 dan 5,3 persen di 2017, tergantung keberhasilan paket reformasi kebijakan  dan implementasi program investasi publik yang ambisius.

Sejalan dengan itu, Bank Pembangunan Asia (ADB) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,2 persen pada tahun 2016, lebih tinggi dari 4,8 persen pada tahun 2015. Lalu di 2017, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 diprediksi mencapai 5,5 persen.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan naik kembali tahun ini, seiring respons positif konsumen dan investor terhadap upaya Pemerintah memperbaiki investasi publik dan melakukan reformasi struktural," kata Kepala Perwakilan ADB di Indonesia Steven Tabor dalam keterangan resmi, Rabu (30/3/2016).

Lebih lanjut menurut Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy, risiko perekonomian Indonesia sebenarnya adalah China. Leo menjelaskan, pertumbuhan ekonomi China masih cenderung melambat.

"Risiko terbesar Indonesia adalah China. Satu persen pertumbuhan ekonomi China, maka itu akan berdampak pada 0,11 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia," kata Leo pada acara Macroeconomic Outlook Bank Mandiri, Selasa (5/4/2016).

Kompas TV Paket Kebijakan Ekonomi, Fokuskan Daya Beli Masyarakat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com